Langsung ke konten utama

TIGA TAHUN LALU.............

Kami berbaris paling belakang diantara semua murid-murid. mendengarkan amanat kultum (Kuliah Tujuh Menit) dari guru yang berdiri di depan sekolah menghadap ke barisan. Perlahan kultum itu pun mengikuti jeda akhir. Biasanya setelah kultum di hari jumat pagi, aktifitas berlanjut dengan Kegiatan Belajar Mengajar. Tapi hari itu tidak. Selesai kultum, Sekolah memberikan waktu special  untuk kami. Ya,  untuk kami. Waktu luang untuk mengucapkan perpisahan dengan murid-murid kami.

Masih ingat betul betapa setiap detik di pagi itu saya ingat. Ketika kami dipersilahkan untuk maju ke depan memberikan sambutan perpisahan, siswa yang berdiri di depan kami langsung memberikan jalan. Dengan sambutan tepuk tangan yang riuh betapa merinding dan terharunya saya melihat dan merasakan suasana pagi itu. Terlihat 3 siswi yang menjadi petugas kultum pagi itu sudah mulai menampakkan raut wajah sedih mereka ketika kami mulai menghampiri barisan depan. Posisi kami sudah di depan. Ucapan kata perpisahan mulai keluar dari suara sendat kami. Haru dan tangis pun pecah seketika ketika kami semua menyanyikan lagu terakhir untuk murid-murid tercinta kami. Bisa dibayangkan betapa harunya pagi itu. Saya sendiri turut larut dalam khidmat perpisahan ini. Haru menjalari setiap yang ada disana, terlebih kami sendiri. Entah berapa siswa yang menangis sambil memeluk erat saya dan berucap “Pak, jangan lupain kami, main-main kesini lagi ya… “.  Hmmmm….. momen terakhir ini masih saya ingat. Momen perpisahan PPL tiga tahun yang lalu.



Betapa berharganya hari-hari kami bersama murid-murid selama 3 bulan itu. Tiga bulan berharga untuk belajar dari mereka, murid-murid kami; murid-murid pintar, hebat, dan selalu semangat.  Kekaguman akan murid-murid disini bukan hanya terlontar dari saya tetapi semua teman-teman saya disini pun sama halnya.

Perpisahan memang tak menyenangkan. Terlebih ketika kita telah menyatu ke dalam sebuah komunitas atau keluarga. Ingat betul betapa anak-anak, mau berbagi cerita hari-harinya kepada kami. Mau berusaha mengerjakan tugas dari kami yang bukan guru sebenarnya buat mereka, itu berarti mereka begitu percaya kepada kami.

Beberapa hari sebelum pagi itu, kedekatan kami begitu terasa, seolah ini menjadi beban berat buat mengakhiri semuanya. Ternyata memang yang sulit itu bukan memulai. Yang sulit itu selalu mengakhiri. Memincingkan mata untuk membayangkan ke depan betapa akan merindukannya saya kepada murid-murid saya disini.

Inilah random saya sore ini. Membuka file poto satu per satu hingga akhirnya kembali kepada momen 3 tahun yang lalu ini.

Seperti dalam Film Glee dengan tokoh utamanya Pak Will, seorang guru terbaik yang berhasil membawa New Directions menjadi juara paduan suara. Pak Will berhasil membuat mereka tahu untuk bermimpi. Saya mungkin tidak akan pernah seperti Pak Will, menjadi 1 orang yang diingat murid-muridnya sebagai inspirasi tapi setidaknya saya puas selama bersama mereka saya bisa memberikan yang terbaik.

Terima kasih untuk tiga tahun yang lalu ini. Semoga kita bisa kembali bersama dalam satu fase. Jadilah pegiat, jadilah anak-anak yang yang aktif, kembangkan diri untuk maju, meraih masa depan bukan hanya untuk kalian sendiri tapi untuk kemajuan Republik, kemajuan bangsa. Dan itu nanti akan membuat jalan kalian ke depan jauh lebih lebar, jauh lebih menantang. Kelak kalian akan menemukan simpul-simpul baru keberhasilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Cerita Kelas Empat

Cerita-cerita dari teman sesama pengajar benar-benar membuka mata saya akan apa yang sudah saya lakukan dan kerjakan selama mengajar. Banyak kekurangan di sana sini. Masih belum maksimal di beberapa aspek. Bahkan minim di satu, dua poin pengembangan. Kekurangan tak membuat saya kecewa. Justru saya kembali dengan banyak bahan evaluasi dan perbaikan ke depan. Dalam beberapa sesi diskusi, agaknya saya mesti bersyukur diberi kepercayaan mengajarkan kelas rendah. Buat saya, kelas empat adalah sebuah transisi. Proses perubahan pemikiran anak-anak dari yang sebelumnya belajar materi-materi sederhana ke materi-materi yang jauh lebih serius dan rumit. Jam belajarnya pun bertambah. Banyak teman mengeluhkan anak murid mereka yang belum lancar membaca dan mengingat hurf-huruf bahasa Inggris. Jelas, di kelas saya pun masih ada yang belum bisa membaca dan menghapal huruf-huruf dalam Bahasa Inggris. Tapi saya tak mengejar terlampau jauh ke belakang. Bayangkan di kelas 4 dengan materi s...

SAYA TIDAK SETUJU DENGAN KURIKULUM 2013!

Dari awal saya mendengar dan sampai mengikuti pemberitaan dan kabar tentang Kurikulum 2013 tentang rencana pemerintah menerapkan Kurikulum 2013 mulai tahun 2013/2014 saya sudah kesal sekali. Loh kok kesal? Ya iya lah kesal, mungkin bukan dirasakan saya saja tapi kalangan praktisi pendidikan bahkan orang tua murid yang tak menyetujui rencana ini. Kurikulum 2013 ini rencananya akan memangkas jumlah mata pelajaran di sekolah sehingga menjadi lebih sedikit, yaitu tingkat SD dari 10 mata pelajaran (mapel) dipangkas menjadi 6 mapel. Mapel yang ditiadakan antara lain : IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknologi Informatika dan Komputer (TIK). Padahal pelajaran ini begitu penting di era kini malah ditiadakan. IPA misalnya yang dihilangkan. Duh jangan mentang-mentang anak Indonesia lumayan banyak berprestasi di Olimpiade Sains tingkat Internasional, maka pelajaran ini dianggap gampang. Mereka itu Cuma sedikit jumlahnya dibandingkan anak-anak yang kurang paham sains. Ini tentu bertentangan dengan sema...