Langsung ke konten utama

Proyek Menggambar Tong Sampah

Kebersihan bagi orang Jepang adalah hal yang penting. Di sekolah, setiap hari murid-murid bekerja bakti untuk membersihkan kelas. Orang Amerika memandang aneh murid-murid sekolah di Jepang. Murid-murid sekolah di Jepang (di Indonesia juga), Setiap hari  mereka bekerja bakti untuk membersihkan kelas, menggeser meja dan kursi ke sudut kelas, menyapunya, kemudian berjongkok mengepel lantai dengan kain pel. Mereka juga membersihkan papan tulis dan jendela. Ini merupah hal aneh di Amerika. Pendapatnya, "Anak-anak disuruh ke sekolah bukan untuk bersih-bersih", "Kalau ada waktu lebih, sebaiknya untuk belajar", "Sekolah adalah tempat belajar", "Apakah mau mengambil kerjaan tukang bersih-bersih?", dan banyak lagi komentar orang Amerika. Padahal kerja bakti di Jepang atau bahkan di Indonesia bukan saja untuk mengajarkan mengenai pentingnya bersih-bersih, tapi juga mengajarkan anak-anak mengenai disiplin dan peraturan. Anak-anak Jepang belajar mengenai bekerja sama melalui bersih-bersih, serta belajar pentingnya melakukan sesuatu secara berkelompok, tidak menyusahkan orang lain. Memang kegiatan membersihkan mungkin tidak digemari semua orang, namun selain akan membantu pembentukan kepribadian yang disebut bersabar, juga bisa mengajarkan tentang betapa berharganya semangat pelayanan untuk berinisiatif menyengsarakan diri untuk orang lain. Seperti semangat Kang Emil, sapaan akrab Walikota Bandung Ridwan Kamil yang begitu luar biasa menggerakkan warganya untuk sadar akan kebersihan Kota Bandung dengan ide kreatifnya, salah satunya dengan penyediaan tong sampah yang dikemas menarik dan unik.

Terinspirasi oleh resiknya orang-orang Jepang dan ide kreatif Kang Emil, saya sendiri berinisiatif untuk membuat proyek menggambar tong sampah/tempat sampah yang ada di sekolah saya dengan menggerakkan murid-murid. Kenapa saya mesti menggambar di tempat sampah? Pertama, anak-anak kurang begitu sadar tentang membuang sampah pada tempatnya. Ini terlihat setiap kali mereka jajan, bekas pembungkus makanan atau minumannya di buang sembarangan yang akhirnya mengotori halaman sekolah. Kedua, setiap pagi ketika saya sampai di sekolah, terlihat sekali anak-anak tidak begitu peduli dengan sampah yang berserakan kecuali saya harus perintahkan mereka ke kelas-kelas untuk bersama-sama membersihkan halaman sekolah. Saya berpikir kalau seperti ini terus tingkat kesadaran anak-anak sepertinya akan tetap begitu, tidak peduli terhadap kebersihan sekolah.

Dari permasalahan yang ada di sekolah saya. Saya berinisiatif untuk membuat Proyek Menggambar Tong Sampah. Jadi, tong-tong sampah yang ada di tiap kelas masing-masing akan di gambar oleh mereka sendiri sesuai dengan gambar yang mereka sukai. Mungkin dengan begitu anak-anak akan tertarik untuk membuang sampah pada tempatnya  ketika tempat sampahnya menarik mata mereka.

Sebelum saya menggerakkan anak-anak, hari ini saya memulainya terlebih dahulu menggambar di tong sampah. Sebenarnya saya tidak bisa menggambar tapi karena hal ini penting akhirnya saya menggambar sebisa mungkin. Hanya dalam hitungan beberapa jam (sekitar 2 jam-an) tong sampah pertama pun berhasil saya selesaikan walaupun gambarnya mungkin tidak bagus.

Proyek ini bukan cara untuk mengatasi permasalahan yang ada di sekolah saya. Namun, setidaknya tempat sampah yang unik dengan berbagai gambar yang menarik bahkan dengan tulisan informatif merupakan salah satu cara yang menarik minat dan perhatian anak-anak sebagai media edukasi untuk membuang sampah di tempat yang telah disediakan. Kesadaran dari diri sendiri dan kecintaan lah yang membuat suatu kebiasaan terasa ringan untuk dilaksanakan termasuk membuang sampah pada tempatnya yang dan jika semua orang menjalankannya akan menciptakan sebuah nilai Budaya yang luhur.  Proyek ini sebagai awal untuk menuju budaya yang luhur untuk anak-anak seperti murid-murid di Jepang dengan kesadarannya sendiri mereka bergerak bersama-sama untuk bersih-bersih.


Ini gambar hasil saya hari ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Cerita Kelas Empat

Cerita-cerita dari teman sesama pengajar benar-benar membuka mata saya akan apa yang sudah saya lakukan dan kerjakan selama mengajar. Banyak kekurangan di sana sini. Masih belum maksimal di beberapa aspek. Bahkan minim di satu, dua poin pengembangan. Kekurangan tak membuat saya kecewa. Justru saya kembali dengan banyak bahan evaluasi dan perbaikan ke depan. Dalam beberapa sesi diskusi, agaknya saya mesti bersyukur diberi kepercayaan mengajarkan kelas rendah. Buat saya, kelas empat adalah sebuah transisi. Proses perubahan pemikiran anak-anak dari yang sebelumnya belajar materi-materi sederhana ke materi-materi yang jauh lebih serius dan rumit. Jam belajarnya pun bertambah. Banyak teman mengeluhkan anak murid mereka yang belum lancar membaca dan mengingat hurf-huruf bahasa Inggris. Jelas, di kelas saya pun masih ada yang belum bisa membaca dan menghapal huruf-huruf dalam Bahasa Inggris. Tapi saya tak mengejar terlampau jauh ke belakang. Bayangkan di kelas 4 dengan materi s...

SAYA TIDAK SETUJU DENGAN KURIKULUM 2013!

Dari awal saya mendengar dan sampai mengikuti pemberitaan dan kabar tentang Kurikulum 2013 tentang rencana pemerintah menerapkan Kurikulum 2013 mulai tahun 2013/2014 saya sudah kesal sekali. Loh kok kesal? Ya iya lah kesal, mungkin bukan dirasakan saya saja tapi kalangan praktisi pendidikan bahkan orang tua murid yang tak menyetujui rencana ini. Kurikulum 2013 ini rencananya akan memangkas jumlah mata pelajaran di sekolah sehingga menjadi lebih sedikit, yaitu tingkat SD dari 10 mata pelajaran (mapel) dipangkas menjadi 6 mapel. Mapel yang ditiadakan antara lain : IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknologi Informatika dan Komputer (TIK). Padahal pelajaran ini begitu penting di era kini malah ditiadakan. IPA misalnya yang dihilangkan. Duh jangan mentang-mentang anak Indonesia lumayan banyak berprestasi di Olimpiade Sains tingkat Internasional, maka pelajaran ini dianggap gampang. Mereka itu Cuma sedikit jumlahnya dibandingkan anak-anak yang kurang paham sains. Ini tentu bertentangan dengan sema...