Langsung ke konten utama

Jajan Kue Putu Dan Kue Klepon Di Pasar Plered

Hari ini cuaca di kota Cirebon dan sekitarnya dari pagi hingga sore ini mendung. Matahari tak menampakkan dirinya di siang ini dan sang mentari yang biasa merona di sore hari pun tak nampak mengiringi perjalanan pulang saya dari kampus sore ini. Menikmati cuaca mendung seperti ini sepertinya sangat pas kalau waktu santai kita di temani dengan  makanan manis dan minuman hangat. Dua menu itu lah yang terbayang oleh saya ketika keluar dari parkiran motor kampus. Sepertinya memang selera ngemil saya sore ini ingin menikmati makanan tempo doeloe.

Teman-teman tau kue Klepon dan kue Putu kan??? Inilah makanan tradisonal khas Indonesia. Kue yang berasal dari tepung beras, berwarna hijau, dan isinya gula jawa ini mempunyai rasa yg unik. Makanan ini masih dibuat dengan cara tradisional dengan cara dikukus diatas tempat kukusan. Saat ini sangat jarang sekali dua makanan ini di temukan di sekitar kita. Tapi sore ini saya ingin mencari jajanan tradisional ini meskipun memang agak susah menemukannya. Dulu di kampong saya sangat mudah menemukan jajanan kue Klepon dan kue Putu ini. Biasanya ada orang yang menjual kue ini berkeliling kampong saat malam hari tapi sekarang sudah tidak ada lagi orang yang berjualan kue Putu dan kue Klepon ini, kalau pun ada sangat jarang lewat.

Perjalanan pulang, saya mengemudikan motor dengan kecepatan 30-40 Km/h  berharap setiap pasar atau warung yang saya lewati ada yang berjualan kue ini. Sekitar 3-4 KM dari kampus tepatnya di pasar Plered (Cirebon) dekat lampu merah sebelah kiri jalan arah Bandung akhirnya saya menemukan jajanan ini walaupun terlihat sekali para pembeli mengerubungi gerobak tukang jualan jajanan ini tapi karena memang saya sangat ingin jajanan ini akhirnya saya pun ikut antri membeli jajanan ini bersama pembeli lain yang kebanyakan ibu-ibu dan orang tua.

Sekitar 15 menit saya antri akhirnya saya pun kebagian juga jajanan ini, kue Klepon yang harganya Rp.1000,- /3 kue dan kue Putu Rp.700,- /kue. Jajanan ini sangat murah sekali, meskipun murah rasanya tak kalah loh dengan kue Brownies atau kue modern-modern lainnya. Saya pun membeli kue ini Rp.8000,- dibungkus untuk di makan di rumah menemani saat santai menuju maghrib.

Setibanya di rumah saya pun langsung membuka bungkusan jajanan yang saya beli di perjalanan tadi. Hmmm… manis sekali kue ini dengan taburan parutan kelapa di atas kuenya dan gula Jawa di dalam kue ini sangat khas sekali rasanya. Khas tradisional sekali.

Nah bagi yang belum pernah merasakan nikmatnya jajanan tradisional ini dan jika kebetulan singgah ke kota Cirebon dapat datang ke pasar Plered tanya dimana tempat yang berjualan jajanan ini tapi memang sepertinya yang jualan jajanan ini hanya buka di sore hari saat jam pulang kantor. Jajanan tradisional di Pasar Plered ini di tanggung tidak mengecewakan deh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Pesan Untuk Nonoman Sunda

Nonoman Sunda! Pasundan teh lemah cai aranjeun! Aranjeun nu boga kawajiban ngabdi ka lemah cai, tapi gigireun ieu kawajiban anjeun ngabogaan hak pikeun hirup di tanah sorangan. Nonoman Sunda! Upama anjeun teu wekel ngasah awak, teu pemohalan, Nonoman Sunda di lemah caina teu kabagean alas, kapaksa kudu nyamos lantaran kalindih ku golongan sejen. Ku saba eta para Nonoman sunda, geuwat berunta, geuwat kukumpul tanaga jeung pakarang, nu diwangun ku kaweruh pangpangna adat tabeat nanu kuat, nyaeta: kawekelan, kadaek, kakeyeng, karep jeung kawanen. Geura rasakeun, pisakumahaeun teuing pinalang saeunana upama Nonoman Sunda ngan kabagean harkat kuli jeung jongos, paling negtog jadi jurutulis, cindekna ngan kabagean pangkat laladen, tur di bali ngeusan ngajadi sorangan. Aduh tobat, dugikeun ka kedah kitu mah, sing jauh ti tanah sunda, ka ditu ka sabrang. (Oto Iskandar Di Nata) Resapilah tulisan Oto Iskandar Di Nata dari tahun 1938. Beliau sangat sayang kalian, jau...

Cerita Kelas Empat

Cerita-cerita dari teman sesama pengajar benar-benar membuka mata saya akan apa yang sudah saya lakukan dan kerjakan selama mengajar. Banyak kekurangan di sana sini. Masih belum maksimal di beberapa aspek. Bahkan minim di satu, dua poin pengembangan. Kekurangan tak membuat saya kecewa. Justru saya kembali dengan banyak bahan evaluasi dan perbaikan ke depan. Dalam beberapa sesi diskusi, agaknya saya mesti bersyukur diberi kepercayaan mengajarkan kelas rendah. Buat saya, kelas empat adalah sebuah transisi. Proses perubahan pemikiran anak-anak dari yang sebelumnya belajar materi-materi sederhana ke materi-materi yang jauh lebih serius dan rumit. Jam belajarnya pun bertambah. Banyak teman mengeluhkan anak murid mereka yang belum lancar membaca dan mengingat hurf-huruf bahasa Inggris. Jelas, di kelas saya pun masih ada yang belum bisa membaca dan menghapal huruf-huruf dalam Bahasa Inggris. Tapi saya tak mengejar terlampau jauh ke belakang. Bayangkan di kelas 4 dengan materi s...