Langsung ke konten utama

Si Budi Kecil



…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal…


Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’.

Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita.

Ironis sekali Iwan Fals menggunakan nama Budi untuk tokoh anak jalanan penjual koran dalam lagunya itu. Padahal saat sekolah dasar, saya selalu mengenal tokoh Budi, Wati, Ayah dan Ibu yang ada di buku Bahasa Indonesia sebagai tokoh yang mencitrakan keluarga Indonesia yang baik dan ideal. Mungkin kalian pun begitu, belajar membaca dengan mengeja “I-ni Bu-di”, “Bu-di ber-ma-in bo-la”, “I-bu Bu-di se-dang me-ma-sak”, “Wa-ti be-la-jar me-nga-ji”. Ternyata Budi yang ada di lagu tersebut tidak seideal Budi yang ada di Buku Bahasa Indonesia. Dalam memberi nama tokoh tersebut, Iwan Fals seakan mengingatkan kita bahwa Budi yang merupakan ikon ideal anak Indonesia dalam pelajaran sekolah, pada kenyataannya tidak selalu baik nasibnya. Bahkan Budi yang dikisahkan dalam lagu Iwan Fals tak sempat menghabiskan waktunya untuk bermain bola atau belajar mengaji. Dan kepada pemerintah, Iwan Fals seakan menyampaikan sindirannya mengenai figur anak Indonesia yang sebenarnya. Yaitu yang berada di bawah garis kemiskinan.



Dalam imajinasi saya, mudah sekali membayangkan seorang Budi kecil, berjualan Koran di saat lampu merah walaupun hari sedang hujan, karena sering terlihat oleh saya sosok Budi Budi yang lain, yang juga masih kecil, yang juga berjualan Koran.

Memang ironis jika kita lihat melihat kenyataan anak-anak jalanan. saat Reformasi telah menggema dan Orde Baru telah menjadi sejarah dan kenangan, masih banyak saya dan mungkin kalian jumpai para anak jalanan seperti sosok Budi dalam lagu Iwan Fals. Padahal seperti yang diharapkan dari sebuah Reformasi, seharusnya rakyat Indonesia bisa lebih sejahtera dan memiliki kebebasan untuk mendapat hak-haknya. Termasuk hak mendapat pendidikan yang layak bagi anak-anak seperti yang dinyatakan dalam pasal 9 (1), UU 23 tahun 2002. Nyatanya, jumlah penduduk yang ada di bawah garis kemiskinan saat ini masih tinggi.

Tugu Pancoran

Dalam lagu-lagunya, Iwan Fals secara sadar atau tidak sudah menuangkan rekaman ingatannya sebagai seseorang yang hidup di Jakarta dan tentang massa yang ada di sekitarnya ke dalam lagu-lagu yang diciptakannya. Seperti kisah Budi penjual Koran yang ada pada lagu ‘Sore Tugu pancoran’.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.

Sebuah Satir dan Harapan untuk Masa Depan

Kasihku,aku masih disini Di negeri berjuta impian Negeri selembut awan Negeri yang manis Luhur, tulus, dan penuh suka cita Negeri dimana aku leluasa merindukanmu Setiap nafas, setiap detik, setiap waktu Kasihku, negeri ini begitu indah, makmur dan subur Seperti ladang permata Penduduknya ramah Sopan dan suka tolong menolong Mereka begitu terbuka Semua membuatku senang dan bahagia Kasihku, negeri ini aman sentosa Siapapun pasti akan merasa nyaman tinggal disini Seperti duduk di sofa Kasihku, di negeriku rumah-rumah tersusun rapih Anak-anak berangkat ke sekolah Orang tua pergi bekerja mencari nafkah yang halal Semua hidup sehat, semua hidup rukun dan harmonis Kasihku aku baru saja terbangun Rupanya aku bermimpi Aku takut, ternyata Disini masih gelap Kasihku, mungkin selama ini aku terlalu jauh darimu Melupakan pesan-pesan dalam suratmu terdahulu Kasihku, ku tahu Jalan ini panjang dan melelahkan Tapi... Pasti ini jalan kemenangan Diujung jalan ini Ku ...