Langsung ke konten utama

Dalam Masyarakat Jepang, yang Bertanggung Jawab adalah Kelompok atau Organisasi, Bukan Hanya Individu

Semenjak Timnas sepak bola Jepang bisa menembus perempat final Piala Dunia 2002, saya begitu menyukai sesuatu hal yang berbau Jepang, apapun itu. Dan sekarang saya sedang menuntaskan bacaan (buku) saya sekarang  “Mengenal Jepang” karya Yusuke Shindo. Dan judul tulisan ini saya kutip dari buku tersebut. Saya ingin berbagi sedikit isi dari buku ini tentang tanggung jawab dalam masyarakat Jepang.

Ini Terjadi pada bulan Maret 2014 di Jepang.

Seorang polisi setelah pulang kerja mampir ke sebuah supermarket. Di dalam supermarklet, ia mengambil tomat, jeruk, dan beberapa bahan pangan liannya senilai 2.200 yen (sekitar Rp. 200.000) dan memasukkannya ke dalam tasnya. Kemudian, tanpa membayar polisi itu keluar meninggalkan supermarket dan akhirnya ditangkap oleh satpam. Kepolisian menerima laporan dari supermarket dan menangkap rekan kepolisian tersebut.

Pada umumnya kepolisian di Jepang sangat dipercaya dan diandalkan oleh masyarakat umum. Tetapi, terkadang terjadi kesalahan seperti yang dilakukan oleh polisi ini. Pasti kita pikir juga bahwa polisi yang membuat masalah seperti ini pasti ada di negara mana pun.

Ketika hal seperti ini terjadi di Jepang. Ketika ada seorang polisi dengan sesuka hatinya melakukan kesalahan, maka tetap saja kepolisian selaku organisasi harus menyatakan permohonan maaf.

Di Jepang, dikarenakan kepolisian ada di setiap wilayah, dengan adanya kejadian ini maka kepala staf kepolisian di wilayah tersebut yang menyampaikan permohonan maafnya.

Akhirnya polisi yang melakukan kesalahan ini setelah sekitar 2 minggu menerima sanksi pemotongan gaji, dan di waktu bersamaan polisi tersebut mengundurkan diri dari kepolisian. Karena telah melakukan tindakan yang memalukan sebagai seorang polisi, maka pengunduran diri merupakan hal yang wajar saja.

Pada saat diumumkan sanksi hukuman tersebut, kepala staf kepolisian tersebut kemabli menyampaikan permohonan maaf dan berjanji untuk kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali.

Di Jepang, hal seperti ini juga berlaku bagi pelaku penyebab kesalahan di mana mereka diberikan hukuman sanksi yang berat, kemudian di waktu bersamaan pun pelaku tersebut harus menyampaikan permohonan maaf kepada organisasinya.

Namun, berdasarkan berat masalah yang terjadi, pemegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi dapat memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengambil tanggung jawab atas nama organisasi tersebut.

Di tahun 1923, ada kejadian percobaan pembunuhan putra mahkota Jepang. Namun, putra mahkota terhindar dari tembakan, bahkan tidak terluka. dan pelaku penembakan pun tertangkap.

Dari hasil sidang diputuskan  bahwa pelaku penembakan tersebut dijatuhi hukuman mati. Akhirnya banyak orang yang mengambil sikap bertanggung jawab.

 Polisi senior di komisaris dinyatakan kurang dalam pengawasan putra mahkota Jepang sehingga secara spontan juga diberhentikan dan dipecat dari jajaran kepolisian. Dan karena kepolisian merupakan bagian dari pemerintahan, perdana menteri selaku pejabat yang memegang tanggung jawab tertinggi di pemerintahan juga harus menyerahkan surat pengunduran diri dan keluar dari kabinet.

Selain itu, gubernur di wilayah pelaku penembakan berasal juga diberikan sanksi. Begitu juga kepala sekolah di sekolah dasar tempat pelaku penembahakan pernah bersekolah juga mengambil tanggung jawabnya sebagai pendidik dengan mengundurkan diri.

Ayah dari pelaku penembakan yang adalah salah satu anggota dewan perwakilan rakyat, langsung mengundurkan diri dan hanya tinggal di rumah tanpa mau makan sampai akhirnya meninggal dunia.

Itulah yang berlaku di Jepang. Semua organisasi mengambil sikap bertanggung jawab dari mulai kepolisian di wilayah tersebut sampai sekolah dimana si pelaku penembakan pernah di sekolah, dan juga keluarga.

Kejadian ini berbeda dengan percobaan pembunuhan pada tahun 1963 terhadap Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, kemudian pada tahun 1981 terhadap Presiden Ronald Reagen. Dengan kejadian tersebut justru tidak ada orang tertentu yang mengambil sikap bertanggung jawab atas kejadian tersebut yang mengarah pada pengunduran diri atau pemecatan.

Di Jepang, peristiwa diatas sebagai bagian dari organisasi, seseorang harus bertanggung jawab dan menyampaikan permohonan maaf. Inilah budaya Jepang dan mungkin ada yang pro dan kontra dengan budaya ini.

Pasti banyak orang (termasuk saya) yang menganggap ini tidak masuk akal dikarenakan seseorang yang melakukan kesalahan tetapi atasannya atau pimpinan tertinggi dari organisasi tersebut harus menyampaikan permohonan maaf. Namun, satu hal adalah, di Jepang sebuah organisasi bertugas untuk mengambil tanggung jawab, berusaha dalam melakukan perbaikan, dan mawas diri terhadap kesatuan organisasi.

Dengan kata lain, meskipun seseorang melakukan kesalahan sesuka hatinya, namun organisasi berupaya supaya hal tersebut tidak terulang terjadi dan menjadi suatu pembelajaran sehingga dibuatlah perbaikan, peningkatan, dan langkah yang lebih maju lagi.



Inilah salah satu isi dari buku “Mengenal Jepang” karya Yusuke Shindo tentang tanggung jawab di masyarakat Jepang.  Untuk lebih lengkapnya silahkan baca di halaman 73 dengan judul yang sama. Di Halaman ini pengarah hendak menyampaikan, manfaat dari salah satu sikap tanggung jawab sebagai sebuah organisasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Pesan Untuk Nonoman Sunda

Nonoman Sunda! Pasundan teh lemah cai aranjeun! Aranjeun nu boga kawajiban ngabdi ka lemah cai, tapi gigireun ieu kawajiban anjeun ngabogaan hak pikeun hirup di tanah sorangan. Nonoman Sunda! Upama anjeun teu wekel ngasah awak, teu pemohalan, Nonoman Sunda di lemah caina teu kabagean alas, kapaksa kudu nyamos lantaran kalindih ku golongan sejen. Ku saba eta para Nonoman sunda, geuwat berunta, geuwat kukumpul tanaga jeung pakarang, nu diwangun ku kaweruh pangpangna adat tabeat nanu kuat, nyaeta: kawekelan, kadaek, kakeyeng, karep jeung kawanen. Geura rasakeun, pisakumahaeun teuing pinalang saeunana upama Nonoman Sunda ngan kabagean harkat kuli jeung jongos, paling negtog jadi jurutulis, cindekna ngan kabagean pangkat laladen, tur di bali ngeusan ngajadi sorangan. Aduh tobat, dugikeun ka kedah kitu mah, sing jauh ti tanah sunda, ka ditu ka sabrang. (Oto Iskandar Di Nata) Resapilah tulisan Oto Iskandar Di Nata dari tahun 1938. Beliau sangat sayang kalian, jau...

Cerita Kelas Empat

Cerita-cerita dari teman sesama pengajar benar-benar membuka mata saya akan apa yang sudah saya lakukan dan kerjakan selama mengajar. Banyak kekurangan di sana sini. Masih belum maksimal di beberapa aspek. Bahkan minim di satu, dua poin pengembangan. Kekurangan tak membuat saya kecewa. Justru saya kembali dengan banyak bahan evaluasi dan perbaikan ke depan. Dalam beberapa sesi diskusi, agaknya saya mesti bersyukur diberi kepercayaan mengajarkan kelas rendah. Buat saya, kelas empat adalah sebuah transisi. Proses perubahan pemikiran anak-anak dari yang sebelumnya belajar materi-materi sederhana ke materi-materi yang jauh lebih serius dan rumit. Jam belajarnya pun bertambah. Banyak teman mengeluhkan anak murid mereka yang belum lancar membaca dan mengingat hurf-huruf bahasa Inggris. Jelas, di kelas saya pun masih ada yang belum bisa membaca dan menghapal huruf-huruf dalam Bahasa Inggris. Tapi saya tak mengejar terlampau jauh ke belakang. Bayangkan di kelas 4 dengan materi s...