Bagaimana jika suatu saat kita kehilangan putra kita? Menangis, histeris, pingsan, atau mau apa lagi? Saya, terus terang, tidak pernah mau membayangkan itu. Pasti sangat berat. Pagi ini, saya Takziah ke rumah Ibu Cusi, dia salah satu rekan kerja dan teman saya. Dia baru saja kehilangan putranya yang berumur 8 Tahun yang masih duduk di bangku kelas 1 SD. Penyaikit demam berdarah merenggut putranya. Terlihat sekali raut wajah Bu Cusi itu begitu sedihnya. Dia tidak pingsan, tetapi nampak lemas dan menangis, terlihat dia sangat terpukul sekali. Saat saya menyampaikan belasungkawa, meski tampak murung, dia tampak tabah. “Terima kasih Pak”, kata rekan kerja sekaligus teman saya ini. Ya Allah begitu berat cobaan ini buat dia tapi dia begitu tegar menghadapi ini. Dia masih memberikan senyum kepada tamu yang datang. Subhanallah….. Jika saya diberi cobaan seperti ini, mungkin sudah ada meja yang terlempar atau jendela yang pecah karena jengkel. Baru berapa...
Indonesia itu ga jelek. Indonesia is rich country. Lu dan gue (kita) yang harus bangun Indonesia pake tangan kita sendiri.