Bagaimana jika suatu saat kita
kehilangan putra kita? Menangis, histeris, pingsan, atau mau apa lagi?
Saya, terus terang, tidak pernah mau membayangkan itu. Pasti sangat
berat.
Pagi ini, saya Takziah ke rumah Ibu Cusi, dia salah satu rekan kerja dan teman saya. Dia baru saja kehilangan putranya yang berumur 8 Tahun yang masih duduk di bangku kelas 1 SD. Penyaikit demam berdarah merenggut putranya. Terlihat sekali raut wajah Bu Cusi itu begitu sedihnya. Dia tidak pingsan, tetapi nampak lemas dan menangis, terlihat dia sangat terpukul sekali.
Saat saya menyampaikan belasungkawa, meski tampak murung, dia tampak tabah. “Terima kasih Pak”, kata rekan kerja sekaligus teman saya ini. Ya Allah begitu berat cobaan ini buat dia tapi dia begitu tegar menghadapi ini. Dia masih memberikan senyum kepada tamu yang datang. Subhanallah….. Jika saya diberi cobaan seperti ini, mungkin sudah ada meja yang terlempar atau jendela yang pecah karena jengkel.
Baru berapa minggu yang lalu Bu Cusi dan putranya bersama rekan kerja saya yg lain datang ke rumah untuk konsul kerjaan. Terlihat putranya sangat lucu, enerjik dan terlihat begitu riang. Tidak disangka pertemuan itu terakhr kali saya melihat putranya Bu Cusi. Kaget dan setengah tak percaya ketika teman saya mengabarkan kalau putra Bu Cusi sudah tidak ada. Saya yakin ini adalah ketetapan dari Allah yang terbaik untuknya dan keluarganya. Mudah-mudahan keluarga Bu Cusi bisa ikhlas dan ridho menerima ketetapan ini.
Usia memang rahasia Sang Pencipta, dia datang tanpa permisi, tidak pernah peduli kita siap atau tidak. Mudah-mudahan Allah yang Maha Baik menerima semua amal ibadahnya, mengampuni dosa-dosanya, melapangkan dan menerangkan alam kuburnya. Dan mudah-mudahan, kita yang masih diberikan umur ini, mampu mempersiapkan perjalanan kita menghadap Sang Pencipta dengan sebaik-baik persiapan. Mudah-mudahan kita semua meninggal dalam keadaan Khusnul Khotimah, Aamiin ya rabbal alamin.. Yang ikhlas ya Bu Cusi……
Pagi ini, saya Takziah ke rumah Ibu Cusi, dia salah satu rekan kerja dan teman saya. Dia baru saja kehilangan putranya yang berumur 8 Tahun yang masih duduk di bangku kelas 1 SD. Penyaikit demam berdarah merenggut putranya. Terlihat sekali raut wajah Bu Cusi itu begitu sedihnya. Dia tidak pingsan, tetapi nampak lemas dan menangis, terlihat dia sangat terpukul sekali.
Saat saya menyampaikan belasungkawa, meski tampak murung, dia tampak tabah. “Terima kasih Pak”, kata rekan kerja sekaligus teman saya ini. Ya Allah begitu berat cobaan ini buat dia tapi dia begitu tegar menghadapi ini. Dia masih memberikan senyum kepada tamu yang datang. Subhanallah….. Jika saya diberi cobaan seperti ini, mungkin sudah ada meja yang terlempar atau jendela yang pecah karena jengkel.
Baru berapa minggu yang lalu Bu Cusi dan putranya bersama rekan kerja saya yg lain datang ke rumah untuk konsul kerjaan. Terlihat putranya sangat lucu, enerjik dan terlihat begitu riang. Tidak disangka pertemuan itu terakhr kali saya melihat putranya Bu Cusi. Kaget dan setengah tak percaya ketika teman saya mengabarkan kalau putra Bu Cusi sudah tidak ada. Saya yakin ini adalah ketetapan dari Allah yang terbaik untuknya dan keluarganya. Mudah-mudahan keluarga Bu Cusi bisa ikhlas dan ridho menerima ketetapan ini.
Usia memang rahasia Sang Pencipta, dia datang tanpa permisi, tidak pernah peduli kita siap atau tidak. Mudah-mudahan Allah yang Maha Baik menerima semua amal ibadahnya, mengampuni dosa-dosanya, melapangkan dan menerangkan alam kuburnya. Dan mudah-mudahan, kita yang masih diberikan umur ini, mampu mempersiapkan perjalanan kita menghadap Sang Pencipta dengan sebaik-baik persiapan. Mudah-mudahan kita semua meninggal dalam keadaan Khusnul Khotimah, Aamiin ya rabbal alamin.. Yang ikhlas ya Bu Cusi……

Komentar
Posting Komentar