Dari awal saya mendengar dan sampai mengikuti pemberitaan dan kabar tentang Kurikulum 2013 tentang rencana pemerintah menerapkan Kurikulum 2013 mulai tahun 2013/2014 saya sudah kesal sekali. Loh kok kesal? Ya iya lah kesal, mungkin bukan dirasakan saya saja tapi kalangan praktisi pendidikan bahkan orang tua murid yang tak menyetujui rencana ini.
Kurikulum 2013 ini rencananya akan memangkas jumlah mata pelajaran di sekolah sehingga menjadi lebih sedikit, yaitu tingkat SD dari 10 mata pelajaran (mapel) dipangkas menjadi 6 mapel. Mapel yang ditiadakan antara lain : IPA, IPS, Bahasa Inggris, Teknologi Informatika dan Komputer (TIK). Padahal pelajaran ini begitu penting di era kini malah ditiadakan. IPA misalnya yang dihilangkan. Duh jangan mentang-mentang anak Indonesia lumayan banyak berprestasi di Olimpiade Sains tingkat Internasional, maka pelajaran ini dianggap gampang. Mereka itu Cuma sedikit jumlahnya dibandingkan anak-anak yang kurang paham sains. Ini tentu bertentangan dengan semangat yang sering diutarakan Kemdikbud, bahwa pendidikan nasional harus mampu berkompetisi di tingkat global. Bahkan dari info yang saya dapatkan pelajaran Bahasa Daerah pun akan dihilangkan. Ga ngerti maunya gimana? Mungkin Bahasa Daerah diganti dengan Bahasa Alay anak jaman sekarang kali. :)
Saya pernah baca cerita personal dari Pangeran Siahaan yang menulis artikel: dalam Indeks Kecakapan Berbahasa Inggris (English Proficiency) terbaru yang dirilis EF (English First), Indonesia menempati urutan 34 dari 44 dengan "kemampuan sangat rendah." Dari 13 negara Asia yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, Indonesia menempati urutan kesepuluh - di atas Vietnam, Thailand dan Kazakhstan. Ini bukan rahasia.
Selain golongan kelas menengah ke atas yang bisa melafalkan “Caramel Machiato” saat memesan kopi di Starbucks, Bahasa Inggris adalah sebuah kemewahan bagi banyak warga. Padahal, kebutuhan berbahasa Inggris hampir tidak bisa dihindari. Kebanyakan sumber informasi dan pengetahuan di internet berbahasa Inggris. Buku teks Universitas kebanyakan berbahasa Inggris. Bahasa Inggris diperlukan untuk jutaan TKI kita yang bekerja di luar negeri. Bahasa Inggris menjadi salah satu prasyarat penting untuk menghadapi globalisasi. Lalu solusi apa yang ditawarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan? Hapus Bahasa Inggris dari sekolah dasar! Alasannya? Agar bahasa Indonesia mereka menjadi lebih baik. Bukan karena saya waktu kuliah ambil jurusan Bahasa Inggris dan saya juga sama sekali tidak anti Bahasa Indonesia. Bahkan terkadang saya setuju bahwa masih banyak penggunaan bahasa Indonesia yang belum benar. Tapi apakah alasannya karena diajarkannya Bahasa Inggris yang 3 jam pelajaran per minggu itu? Padahal 37 jam pelajaran sisanya diajarkan mengunakan Bahasa Indonesia. Lebih parah lagi, pelajaran seperti IPA dan IPS akan dimasukkan ke pelajaran Bahasa Indonesia? Rasa keingintahuan siswa SD akan manusia dan alam semakin dipertumpul.
Masalah pendidikan di Indonesia, banyak. Tapi adanya pelajaran-pelajaran seperti Bahasa Inggris, IPA dan IPS bukanlah salah satunya. Kemarin saya ditugaskan Kepala Sekolah di tempat saya mengajar untuk mendata jumlah siswa dan guru untuk pemesanan buku Kurikulum 2013. Tuh kan, buku ganti lagi. Waktu dulu saya SD, buku bekas kakak-kakak kelas saya masih bisa digunakan oleh adik-adiknya sampai berapa tahun bahkan sampai sekarang pun saya masih ingat tentang isi pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 tentang keluarganya Budi yang mempunyai saudara Iwan dan wati.
Saat menulis ini, saya dalam keadaan kesal. Kepala Sekolah di tempat saya mengajar mengumumkan ke semua guru bahwa mulai minggu depan akan diadakannya penataran untuk penerapan Kurikulum 2013. Gumam saya dalam hati, “maksa juga Kurikulum 2013 diterapin.” Alih-alih Kemendikbud menyempurnakan kurikulum yang ada, perubahan kurikulum tidak memiliki latar belakang yang kuat dan terkesan buru-buru. Perubahan ini seperti membongkar secara keseluruhan kurikulum yang ada dan tidak dapat menjamin pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Kemdikbud melakukan ini tidak mengacu pada standar nasional pendidikan dalam membuat Kurikulum 2013. Kemdikbud membuat kurikulum terlebih dahulu duluan, kemudian meralat Standar Nasional Pendidikan. Jadi, setelah kurikulum 2013 diganti, baru kemudian kemdikbud ramai-ramai berusaha merevisi PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dari dasar hukumnya saja Kemdikbud malah melabraknya. Kurikulum 2013 juga tanpa perancanaan matang. Dalam waktu singkat 6 bulan, cling! Kurikulum langsung jadi. Yang perlu dicatat, Kemdikbud tidak pernah mengevaluasi kurikulum sebelumnya (KTSP 2006). Tanpa evaluasi Kemdikbud dengan gagah dan berani tetap merancang Kurikulum 2013. Padahal KTSP 2006 saja masih belum diterapkan secara menyeluruh. Anggaran awal penyusunan Kurikulum 2013 yang katanya Kemdikbud ajukan awal 684 miliar. Kemudian naik 1,4 Triliun. Lalu melesat lagi jadi 2,49 Triliun (Sumber ICW). DPR sebenarnya sudah menyetujui duit 631 miliar pada Desember 2012. Namun, ketika dana meroket jadi 2,49 triiun, bagaimana cara menutupi kekurangannya? Untuk menambal kekurangan, Kemdikbud akan mencomot Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 748 miliar dan dari APBN 2013 yang relevan seperti pelatihan guru, sebesar 1,1 triliun.
Sampai saat ini saya yang mengajar di sekolah negeri saja belum pernah tau apa file tentang penjelasan kompetensi inti dan Kompetensi dasar Kurikulum 2013 padahal tahun ajaran ini akan di terapkan. Jika kurikulum yang menjadi landasan belajar anak-anak bangsa begitu kacau dan keliru, bagaimana lagi kita mau mengharapkan perubahan kualitas pendidikan?
Sudah kita tebak dengan penerapan Kurikulum baru ini, berapa milyar bahkan mungkin Trilyun uang negara keluar? Carut marut pendidikan nasional bukan hanya soal uang triliunan, tapi menyandera masa depan generasi pembaharu, yang nantinya harus memotong tradisi korup bangsa ini. Tapi bagaimana generasi ini mau memotong tradisi korup, kalau kurikulum yang akan diajarkan pada mereka saja kacau dari segi isi dan anggaran? Guru juga akan kembali menjadi korban bila kurikulum ini jadi diterapkan. Kebijakan pendidikan juga seringkali tak pikirkan nasib guru. Sekarang, Kurikulum 2013 hanya kembali akan menjadikan guru sebagai korban. Penyediaan silabus untuk perlengkapan ajar bagi guru juga kerap disebut-sebut pemerintah untuk mencari dukungan Perubahan kurikulum tidak melibatkan para guru dan pakar pedagogik dalam proses penyusunan kurikulum. Apapun alasannnya saya tidak setuju dengan Kurikulum 2013!
Saya pernah baca cerita personal dari Pangeran Siahaan yang menulis artikel: dalam Indeks Kecakapan Berbahasa Inggris (English Proficiency) terbaru yang dirilis EF (English First), Indonesia menempati urutan 34 dari 44 dengan "kemampuan sangat rendah." Dari 13 negara Asia yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, Indonesia menempati urutan kesepuluh - di atas Vietnam, Thailand dan Kazakhstan. Ini bukan rahasia.
Selain golongan kelas menengah ke atas yang bisa melafalkan “Caramel Machiato” saat memesan kopi di Starbucks, Bahasa Inggris adalah sebuah kemewahan bagi banyak warga. Padahal, kebutuhan berbahasa Inggris hampir tidak bisa dihindari. Kebanyakan sumber informasi dan pengetahuan di internet berbahasa Inggris. Buku teks Universitas kebanyakan berbahasa Inggris. Bahasa Inggris diperlukan untuk jutaan TKI kita yang bekerja di luar negeri. Bahasa Inggris menjadi salah satu prasyarat penting untuk menghadapi globalisasi. Lalu solusi apa yang ditawarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan? Hapus Bahasa Inggris dari sekolah dasar! Alasannya? Agar bahasa Indonesia mereka menjadi lebih baik. Bukan karena saya waktu kuliah ambil jurusan Bahasa Inggris dan saya juga sama sekali tidak anti Bahasa Indonesia. Bahkan terkadang saya setuju bahwa masih banyak penggunaan bahasa Indonesia yang belum benar. Tapi apakah alasannya karena diajarkannya Bahasa Inggris yang 3 jam pelajaran per minggu itu? Padahal 37 jam pelajaran sisanya diajarkan mengunakan Bahasa Indonesia. Lebih parah lagi, pelajaran seperti IPA dan IPS akan dimasukkan ke pelajaran Bahasa Indonesia? Rasa keingintahuan siswa SD akan manusia dan alam semakin dipertumpul.
Masalah pendidikan di Indonesia, banyak. Tapi adanya pelajaran-pelajaran seperti Bahasa Inggris, IPA dan IPS bukanlah salah satunya. Kemarin saya ditugaskan Kepala Sekolah di tempat saya mengajar untuk mendata jumlah siswa dan guru untuk pemesanan buku Kurikulum 2013. Tuh kan, buku ganti lagi. Waktu dulu saya SD, buku bekas kakak-kakak kelas saya masih bisa digunakan oleh adik-adiknya sampai berapa tahun bahkan sampai sekarang pun saya masih ingat tentang isi pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 tentang keluarganya Budi yang mempunyai saudara Iwan dan wati.
Saat menulis ini, saya dalam keadaan kesal. Kepala Sekolah di tempat saya mengajar mengumumkan ke semua guru bahwa mulai minggu depan akan diadakannya penataran untuk penerapan Kurikulum 2013. Gumam saya dalam hati, “maksa juga Kurikulum 2013 diterapin.” Alih-alih Kemendikbud menyempurnakan kurikulum yang ada, perubahan kurikulum tidak memiliki latar belakang yang kuat dan terkesan buru-buru. Perubahan ini seperti membongkar secara keseluruhan kurikulum yang ada dan tidak dapat menjamin pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Kemdikbud melakukan ini tidak mengacu pada standar nasional pendidikan dalam membuat Kurikulum 2013. Kemdikbud membuat kurikulum terlebih dahulu duluan, kemudian meralat Standar Nasional Pendidikan. Jadi, setelah kurikulum 2013 diganti, baru kemudian kemdikbud ramai-ramai berusaha merevisi PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dari dasar hukumnya saja Kemdikbud malah melabraknya. Kurikulum 2013 juga tanpa perancanaan matang. Dalam waktu singkat 6 bulan, cling! Kurikulum langsung jadi. Yang perlu dicatat, Kemdikbud tidak pernah mengevaluasi kurikulum sebelumnya (KTSP 2006). Tanpa evaluasi Kemdikbud dengan gagah dan berani tetap merancang Kurikulum 2013. Padahal KTSP 2006 saja masih belum diterapkan secara menyeluruh. Anggaran awal penyusunan Kurikulum 2013 yang katanya Kemdikbud ajukan awal 684 miliar. Kemudian naik 1,4 Triliun. Lalu melesat lagi jadi 2,49 Triliun (Sumber ICW). DPR sebenarnya sudah menyetujui duit 631 miliar pada Desember 2012. Namun, ketika dana meroket jadi 2,49 triiun, bagaimana cara menutupi kekurangannya? Untuk menambal kekurangan, Kemdikbud akan mencomot Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 748 miliar dan dari APBN 2013 yang relevan seperti pelatihan guru, sebesar 1,1 triliun.
Sampai saat ini saya yang mengajar di sekolah negeri saja belum pernah tau apa file tentang penjelasan kompetensi inti dan Kompetensi dasar Kurikulum 2013 padahal tahun ajaran ini akan di terapkan. Jika kurikulum yang menjadi landasan belajar anak-anak bangsa begitu kacau dan keliru, bagaimana lagi kita mau mengharapkan perubahan kualitas pendidikan?
Sudah kita tebak dengan penerapan Kurikulum baru ini, berapa milyar bahkan mungkin Trilyun uang negara keluar? Carut marut pendidikan nasional bukan hanya soal uang triliunan, tapi menyandera masa depan generasi pembaharu, yang nantinya harus memotong tradisi korup bangsa ini. Tapi bagaimana generasi ini mau memotong tradisi korup, kalau kurikulum yang akan diajarkan pada mereka saja kacau dari segi isi dan anggaran? Guru juga akan kembali menjadi korban bila kurikulum ini jadi diterapkan. Kebijakan pendidikan juga seringkali tak pikirkan nasib guru. Sekarang, Kurikulum 2013 hanya kembali akan menjadikan guru sebagai korban. Penyediaan silabus untuk perlengkapan ajar bagi guru juga kerap disebut-sebut pemerintah untuk mencari dukungan Perubahan kurikulum tidak melibatkan para guru dan pakar pedagogik dalam proses penyusunan kurikulum. Apapun alasannnya saya tidak setuju dengan Kurikulum 2013!
Komentar
Posting Komentar