Langsung ke konten utama

Kita yang Muda, Golput itu Ga Kerenn!!!

Pada 9 Juli mendatang kita akan menyambut pesta demokrasi terbesar di tanah air. Setelah berhasil menggelar pemilihan legislatif dengan cukup aman, kini saatnya kita memilih siapa yang berhak memimpin republik ini untuk 5 tahun kedepan.

Apakah kamu sudah punya pilihan di pemilu 9 Juli nanti? Atau kamu justru salah satu orang yang memutuskan untuk tidak memilih kandidat manapun alias golput? Satu suara saja berarti dan menentukan nasib bangsa loh.

Saat ini dari hasil perhitungan polling lembaga survey, belum ada kandidat yang diprediksikan akan menang telak. Perolehan suara kedua kandidat masih terus bersaing. Menurut beberapa sumber, kemenangan kandidat dalam pemilu mendatang justru akan ditentukan oleh swing voters (pemilih yang setiap detik berubah). Warga negara yang pilihannya masih mengambang ini biasanya datang dari kalangan anak muda berpendidikan.

Hingga saat ini tidak ada satu pasangan kandidat pun yang berhasil mengantongi suara diatas 50% dalam setiap survey. Padahal terdapat 2 syarat sahnya pemilu satu putaran. Pertama, kuorum 50% plus satu harus terpenuhi. Kedua, 20% suara sah harus berasal dari separuh jumlah provinsi di Indonesia. Jika pemilu putaran kedua terjadi karena banyaknya pemilih yang tidak memanfaatkan hak pilihnya, pemilihan ulang bisa jadi harus dilaksanakan. Ini akan merugikan bangsa kita karena berbagai alasan. Pertama, pemilu putaran kedua akan memakan jatah waktu yang bisa digunakan pemerintahan terpilih untuk menyusun program. Kalau banyak yang golput sehingga kita terpaksa menyelenggarakan pemilu putaran kedua, Indonesia masih harus menunggu hingga 9 September untuk mendapatkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, pemilu putaran kedua juga meningkatkan beban anggaran belanja negara.



Kalau kita berpikir untuk golput atau tidak mau tau tentang capres dan cawapres, coba tanyakan lagi pada diri kita, apa yang mendasari keputusan kita untuk secara sadar tidak memilih siapapun dalam pemilu mendatang? Apakah memang tidak ada calon yang bisa mewakili idealisme kita, atau kita hanya kehilangan kepercayaan pada sosok pemimpin yang bisa diandalkan?

Tidak bisa dipungkiri, Indonesia memang sempat kehilangan figur pemimpin berintegritas. Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka yang kita titipkan amanah untuk menyuarakan kepentingan justru memanfaatkan posisinya demi kepentingan pribadi. Ini bisa dilihat dari tingginya angka tindak korupsi di berbagai lini pemerintahan. Namun memutuskan untuk tidak memberikan hak suara kita pada siapapun tidak akan menghentikan lingkaran setan diatas. Justru bisa makin memperparahnya.  Tanpa kita, anak muda yang sadar pada pentingnya politik yang bersih – mereka yang terpilih juga kemungkinan besar akan kembali mengulangi hal yang sama. Daripada apatis, mending kita memilih yang paling bisa diberikan harapan.

Percaya atau tidak, kita sebagai anak muda punya andil yang sangat besar dalam pemilihan presiden dan wakil presiden mendatang. Tercatat ada sekurang-kurangnya 67 juta pemilih yang baru mendapatkan hak pilih pada pemilu 2014. Angka tersebut mewakili 35% keseluruhan total pemilih di Indonesia (The Jakarta Post, 19 Januari 2012).


Jika pemilih pemula benar-benar memanfaatkan hak pilih dengan baik, bukan tidak mungkin suara dari kita lah yang akan mengubah Indonesia. Kita baru punya kesempatan memilih tahun ini dan udah males mikir kemudian berniat golput? Pikir lagi deh, suara kita benar-benar berpengaruh perubahan bangsa ini loh!



Kita masih sering protes di jejaring media sosial karena kecepatan internet Indonesia yang kayaknya gak ada perubahan dari tahun ke tahun? Apakah kita salah satu anak muda yang merasa dukungan pemerintah masih kurang terhadap perkembangan industri kreatif? Atau kita merasa isu kesehatan reproduksi anak muda belum mendapat perhatian?

Gak ada gunanya jika semua keluhan itu hanya kita ungkapkan via jejaring sosial. Alih-alih mendapat jalan keluar, kita justru akan menyebarkan virus negatif ke pengikut kita di media sosial. Kalau kita ingin masalah-masalah diatas mendapatkan jalan keluar, kita harus memilih calon pemimpin yang kita rasa bisa menawarkan solusi atas masalah anak muda di republik ini.

Cuma kita yang masih muda yang bisa tahu apa yang paling dibutuhkan oleh anak muda. Cuma kita juga yang bisa memilih pemimpin yang paling bisa dipercaya untuk memberikan solusi atas masalah tersebut. Pada akhirnya, kita yang masih muda inilah yang akan hidup lebih lama di republik ini. Kalau pemimpin yang terpilih salah, kita juga yang paling repot.

Sebelas tahun lagi, berapakah umurmu? 28-32 tahun? Di usia tersebut, kamu masih masuk dalam usia produktif yang masih sangat membutuhkan sumber daya dari negara ini. Walau jadi wirausahawan sekalipun, kamu tetap membutuhkan instrumen negara demi melanggengkan usahamu.
Pada tahun 2025-2035 Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi yang sangat besar. Pada keadaan ini mereka dengan usia produktif akan lebih banyak mendominasi segitiga penduduk dibandingkan dengan mereka yang berusia non-produktif. Untuk menyambutnya, diperlukan strategi yang benar dalam mempersiapkan ledakan penduduk ini.



Kita adalah kelompok yang akan paling merasakan dampaknya jika pemimpin yang terpilih pada 2014 mendatang kacau balau menyiapkan infrastruktur dan sistem bagi ledakan jumlah penduduk usia produktif. Pemimpin yang terpilih pada periode 2014 dan 2019 adalah ujung tombak kesiapan Indonesia menyambut meledaknya angka angkatan kerja. Yakin kita gak mau ambil bagian dalam menentukan masa depan kita sendiri?

Republik ini masih punya banyak PR yang belum selesai. Pada tangan kedua calon kandidat inilah kita menitipkan harapan atas sebuah jalan penyelesaian. Mulai dari penyelesaian Kasus Lapindo, pengusutan tuntas hilangnya aktivis mahasiswa, hingga penegakan hak korban ’65 yang masih tercoreng namanya. Bukankah bangsa yang baik adalah yang terdiri dari sekumpulan anak muda yang menolak lupa?

Siapa yang peka terhadap isu tersebut, jika bukan kita anak muda yang bisa bebas mengakses fakta sejarah dari berbagai sumber? Kita lah yang bisa memilih pemimpin yang punya harapan untuk menawarkan jalan keluar. Bukan generasi ayah dan ibu kita yang masih memandang masalah-masalah diatas tabu untuk dibahas.

Kalau kamu ingin tinggal di sebuah negara yang bebas dari kejahatan masa lalu yang tidak tertuntaskan dengan baik, 9 Juli lah kesempatan kita untuk ambil bagian menghapus dosa masa lalu bangsa ini.




Gimana? Masih yakin banget mau golput? Gak sayang sama besarnya pengaruh suara kita bagi perbaikan Indonesia? mau berapa lama lagi kita ngomel di blog, karna guru gak becus ngajar? Mau berapa lama lagi kita marah-marah di status FB karna Indonesia payah. Atau maki-maki mau pindah jadi warga negara lain karna indonesia dengan yang kita harapkan? Coba bayangkan, jika kita hidup di tahun 1945, apa kita yakin Indonesia bisa merdeka? Padahal waktu itu fasilitas mereka sangat minim jika dibandingkan dengan kita sekarang. Tapi mereka bisa terhubung jadi satu, karna kepentingan merdeka tiap orang, menjadi kepentingan bersama, energi yang sama bisa kita genggam detik ini. Kalau kita peduli dengan kepentingan yang lebih besar, karna kita mempunyai fasilitas yang jauh lebih maju. Jadi bagi saya, ini saatnya Indonesia didukung oleh anak-anak muda terbaik yang mau mementingkan bangsanya! Mau Indonesia maju kan? Yuk, pastikan kita menggunakan hak suara kita pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada 9 Juli nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Pesan Untuk Nonoman Sunda

Nonoman Sunda! Pasundan teh lemah cai aranjeun! Aranjeun nu boga kawajiban ngabdi ka lemah cai, tapi gigireun ieu kawajiban anjeun ngabogaan hak pikeun hirup di tanah sorangan. Nonoman Sunda! Upama anjeun teu wekel ngasah awak, teu pemohalan, Nonoman Sunda di lemah caina teu kabagean alas, kapaksa kudu nyamos lantaran kalindih ku golongan sejen. Ku saba eta para Nonoman sunda, geuwat berunta, geuwat kukumpul tanaga jeung pakarang, nu diwangun ku kaweruh pangpangna adat tabeat nanu kuat, nyaeta: kawekelan, kadaek, kakeyeng, karep jeung kawanen. Geura rasakeun, pisakumahaeun teuing pinalang saeunana upama Nonoman Sunda ngan kabagean harkat kuli jeung jongos, paling negtog jadi jurutulis, cindekna ngan kabagean pangkat laladen, tur di bali ngeusan ngajadi sorangan. Aduh tobat, dugikeun ka kedah kitu mah, sing jauh ti tanah sunda, ka ditu ka sabrang. (Oto Iskandar Di Nata) Resapilah tulisan Oto Iskandar Di Nata dari tahun 1938. Beliau sangat sayang kalian, jau...

Cerita Kelas Empat

Cerita-cerita dari teman sesama pengajar benar-benar membuka mata saya akan apa yang sudah saya lakukan dan kerjakan selama mengajar. Banyak kekurangan di sana sini. Masih belum maksimal di beberapa aspek. Bahkan minim di satu, dua poin pengembangan. Kekurangan tak membuat saya kecewa. Justru saya kembali dengan banyak bahan evaluasi dan perbaikan ke depan. Dalam beberapa sesi diskusi, agaknya saya mesti bersyukur diberi kepercayaan mengajarkan kelas rendah. Buat saya, kelas empat adalah sebuah transisi. Proses perubahan pemikiran anak-anak dari yang sebelumnya belajar materi-materi sederhana ke materi-materi yang jauh lebih serius dan rumit. Jam belajarnya pun bertambah. Banyak teman mengeluhkan anak murid mereka yang belum lancar membaca dan mengingat hurf-huruf bahasa Inggris. Jelas, di kelas saya pun masih ada yang belum bisa membaca dan menghapal huruf-huruf dalam Bahasa Inggris. Tapi saya tak mengejar terlampau jauh ke belakang. Bayangkan di kelas 4 dengan materi s...