Langsung ke konten utama

Kuis Satu Milyar Rupiah

Sewaktu saya mengajar murid kelas IV saya membuat permainan kuis satu milyar rupiah. Mereka yang bisa menulis ejaan dalam bahasa Inggris yang saya bacakan akan mendapat uang sampai sebesar satu milyar rupiah. Saya pun membawakan quiz tersebut dengan gaya Tantowi Yahya tentunya tanpa menawarkan tiga macam bantuan yang terkenal itu, phone a friend, 50-50, or ask the audience karena ini adalah kuis massal yang diikuti seluruh kelas.
“Selamat datang ke kursi panas, untuk pertanyaan pertama anda akan mendapatkan hadiah Rp.500.000”
Segera setelah saya bacakan bahasa Inggrisnya anak-anak pun segera berlarian ke arah saya untuk memberikan jawabannya. Saya melihat cahaya antusiasme di mata mereka. Mereka pun bertahan sampai ke hadiah utama sebesar satu milyar rupiah. Beberapa anak melonjak-lonjak girang ketika tahu mereka bisa membeli apa saja dengan uang satu milyar rupiah.

“Kita kaya! Kita kaya! Bapak mana hadiahnya?” tanya mereka dengan nada bercanda

“Hadiahnya bisa diambil sekitar 20 tahun lagi, yang penting kalian harus percaya kalian bisa dan bekerja keras. Percayalah bahwa detik ini uang tersebut sedang dicetak untuk kalian. Siapa yang percayaaaa...?” kata saya memotivasi

“Saya....!!!!!!” tunjuk mereka semua sambil mengacungkan jari-jari mereka ke angkasa.

“Sekarang jangan pernah lupakan ini, kalian semua bisa berhasil di masa depan nanti, ingat untuk menjemput hadiah kalian 20 tahun lagi ya!” Seru saya dengan bersemangat

“Iya Pak!!” Mereka pun tertawa-tawa dengan takjub.

Saya berdo’a dalam hati agar Tuhan mendengarkan do’a kami siang hari ini. Saya bukan mengajarkan mereka untuk menjadi orang-orang yang materialis. Tidak sama sekali tidak. Saya hanya ingin mereka memiliki impian yang tinggi dan percaya mereka dapat meraih semua impian itu. Saya sungguh berharap mereka dapat memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup mereka dan keluarga mereka serta menjadi seorang pemimpin yang berbudi luhur kelak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.

Ke-Indonesia-an

Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan (ataukah ketidakmauan?) pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Ambon, Poso, dan Tuban, pascareformasi. Eforia reformasi dengan ingar bingar demokratisasi, desentralisasi, dan de-korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)-isasi ternyata di sisi lain mengabaikan identitas politik, ideologi, dan budaya Indonesia. Yang muncul adalah konflik komunal dan bangkitnya ”massa” sebagai kekuatan represif— menggantikan keotoriteran Orde Baru—yang melahirkan kerusuhan dan kekerasan dengan jubah agama. Tidak jujur Semua barangkali berpangkal dari ketidakjujuran mengurus bangsa. Kesadaran sebagai bangsa Indonesia memang baru mencuat pada awal 1920-an, berkat jasa politik kultural yang teramat besar dari Perhimpunan Indone...