Langsung ke konten utama

LEGENDA BEBERAPA DAERAH DI DESA LOJIKOBONG

Tempat Menurut cerita beberapa nama di wilayah desa lojikobong ini ada cerita menarik yang berkaitan dengan nama tersebut, dalam hal ini penulis mencoba untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan adapun kebenarannya wallahu alam.

1. Asal mula Dukuh Malang Jati Dongkal dan Jati Nutug
Pada waktu itu sedang terjadi perang tanding dua ksatria yang berilmu kedigjayaan tinggi di salah satu daerah susukan yang sekarang bernama kadongdong, setelah sekian lama berperang tidak ada yang kalah ataupun menang, salah satu ksatria mencabut pohon jati yang sangat besar, lalu di lemparkan kearah lawannya dengan menggunakan seluruh kekuatannya, si lawan menghindari dan pohon jati itu melesat terbang kearah barat hingga akhirnya jatuh di desa Lojikobong dengan posisi membujur. menurut sesepuh desa daerah tempat jatuh nya akar di sebut Jatidongkal berada daerah dukuh mencil (sekarang), adapun tempat dahan dan batang nya yang membujur / malang (basa sunda) hingga kini daerah tersebut bernama Dukuh malang, dan tempat jatuhnya pucuk pohon jati di beri nama Jati nutug karena jatuhnya nutug (nancap).

2. Dukuh Pabrik
Dukuh Pabrik atau Dusun minggu adalah sebuah blok yang terletak di sebelah barat daya desa Lojikobong, di beri nama dukuh pabrik konon ceritanya pada jaman belanda di daerah ini berdiri sebuah pabrik pencelupan benang / kain milik pemerintah Hindia belanda. Akhirnya hingga kini daerah ini bernama Dukuh pabrik walaupun pabrik tersebut sudah tidak ada.

3. Dukuh sinden dan Ki Ireng
Dukuh sinden atau blok rebo adalah wilayah desa Lojikobong yang ada di sebelah selatan. nama sinden di ambil dari kegemaran seorang istri demang yang suka melantunkan lagu lagu / kidung, dalam bahasa sunda di sebut nyinden. Maka daerah ini lebih akrab di sebut dukuh sinden.

Adapun daerah Ki Ireng menurut sesepuh, ceritanya adalah :
Pada waktu dulu ada seorang ageng yang menanam padi, ketika waktunya panen terjadi suatu keajaiban yang luar biasa, manakala batang padi itu di potong tumbuh lagi sehingga tidak habis habis, lama kelamaan ki ageng ini merasa kelelahan dan penasaran akhirnya oleh ki ageng sawah itu di bakar sehingga padinya hitam (ireng – b. jawa ) . maka sejak kejadian itu dareah tersebut hingga sekarang bernama Ki Ireng. Wallahu alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.

Ke-Indonesia-an

Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan (ataukah ketidakmauan?) pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Ambon, Poso, dan Tuban, pascareformasi. Eforia reformasi dengan ingar bingar demokratisasi, desentralisasi, dan de-korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)-isasi ternyata di sisi lain mengabaikan identitas politik, ideologi, dan budaya Indonesia. Yang muncul adalah konflik komunal dan bangkitnya ”massa” sebagai kekuatan represif— menggantikan keotoriteran Orde Baru—yang melahirkan kerusuhan dan kekerasan dengan jubah agama. Tidak jujur Semua barangkali berpangkal dari ketidakjujuran mengurus bangsa. Kesadaran sebagai bangsa Indonesia memang baru mencuat pada awal 1920-an, berkat jasa politik kultural yang teramat besar dari Perhimpunan Indone...