Langsung ke konten utama

KAMU YG TAK AKAN DATANG LAGI UNTUK MENEMUIKU DI TEMPAT ITU

Tak seperti biasanya, malam ini aku ingin menemuimu , Entah mengapa. Padahal ku tahu kita tak mungkin bisa bertemu.

Ku resapi ingatan tentang kamu, tepatnya tentang kita dalam tanya penuh mengapa. Tak tahu apa, dan tak tahu jawabannya. Terus saja ingatan ini melayang jauh hingga tak sadar sampailah aku di ingatan di suatu tempat yang sepertinya buatku inilah pertama kali bisa buat ku terharu dalam jarak yang ku tempuh  menuju tempatmu.  Di tempat kamu menunggu, tersenyum menyambutku, dan aku langsung menghampirimu dengan debur di dada yang luar biasa, lalu kita menghabiskan sebagian malam berdua hingga malam yang memaksamu pulang.





Kemarin aku ke tempat itu lagi,  tempat yang selalu buat ku ingat akan kamu. Tak ada tanda-tanda kamu akan datang menyambut kedatanganku, karena kamu memang tak akan datang. Aku coba ingat-ingat setiap tempat yang aku singgahi, memandangi orang-orang berlalu lalang dan bau makanan yang kita beli saat itu. Sesuatu yang selalu ku anggap indah. Dan akupun bergumam seperti biasa. “Asal kamu ada disampingku makanan seperti apapun pasti enak”  nikmatnya makanan ini?” dan terbayang senyumanmu, yang selalu kau berikan ketika kau menyuapiku untuk makan makanan yang kamu makan. Ya, makanan enak. Tidak, bukan enak, lezat. Bahkan itu bukan jawaban, kan?

Lalu ku ingat lagi tentang kamu. Tentang harapan masa depan yang selalu kau ucapkan sambil meletakkan kepalamu di bahuku. Dan ku ingat kamu pasti memarahiku jika kamu bertanya apa harapan masa depanku yang selalu ku jawab belum kepikiran. Kalimatmu ku hapal betul. “Jangan begitu. Kita hidup dari harapan. Dan kita hidup demi harapan. Harapan adalah hidup dan hidup adalah harapan”, ya, kamu memang pandai berkata-kata, hanya mengulang kata hidup dan harapan bisa membuat lebih dari dua kalimat. Aku tidak terlalu pandai berkata-kata. Karenanya aku selalu menjawab singkat: “Iya” lalu kau cemberut tak puas.

Malam makin larut. Biasanya ketika kamu di tempat itu akan berkata sudah waktunya  kembali ke asrama di malam semalam ini. Biasanya juga aku akan menahanmu agar lebih lama di berduaan, meski selalu gagal. Lalu kita menutup malam kita dengan melodi dari hp ku atau hp kamu. Kamu ingat? Lagu kita, lagu yang selalu mengalun indah untuk kita. Dan kamu menyukainya kan? Tapi malam ini aku tak sedang mendengarkannya. Tak ada kamu. Tak ada melodi dan kata-kata.

Malam ini aku teringat kamu yang tak akan datang lagi untuk menemuiku di  tempat itu.

Miss You Bodoh


*Kemarin, tempat itu, bau nasi goreng, bau minyak wangi yang saya pakai dan jalanan yang dilewati seakan sehari itu seolah-olah aku sedang bersamamu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.

Ke-Indonesia-an

Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan (ataukah ketidakmauan?) pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Ambon, Poso, dan Tuban, pascareformasi. Eforia reformasi dengan ingar bingar demokratisasi, desentralisasi, dan de-korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)-isasi ternyata di sisi lain mengabaikan identitas politik, ideologi, dan budaya Indonesia. Yang muncul adalah konflik komunal dan bangkitnya ”massa” sebagai kekuatan represif— menggantikan keotoriteran Orde Baru—yang melahirkan kerusuhan dan kekerasan dengan jubah agama. Tidak jujur Semua barangkali berpangkal dari ketidakjujuran mengurus bangsa. Kesadaran sebagai bangsa Indonesia memang baru mencuat pada awal 1920-an, berkat jasa politik kultural yang teramat besar dari Perhimpunan Indone...