Sejak mendengarkan ceramah Bapak Anies Baswedan di acara Shell Scholarship Days 24 November 2008 lalu, saya sudah berjanji akan menuliskan apa yang saya dapatkan disana untuk dibagi kembali. Senin pagi itu beliau banyak sekali memberikan pandangan, pemikiran , dan ilmu kepada para hadirin yang merupakan akademisi dan tamu undangan.
Pagi itu di Ballroom hotel Grand Kemang, beliau menjadi pembicara dengan tema “Tantangan Pemuda dalam Konteks Indonesia di Masa Depan”. Gaya bahasanya lugas, hampir semua kalimat yang keluar darinya memiliki kekuatan dan semangat yang begitu besar untuk dialirkan kepada seisi ruangan.
Anies Baswedan yang saat ini masih menjabat sebagai Rektor Paramadina ini juga dikenal sebagai politikus muda yang pemikirannya kerap muncul di berbagai Media Massa. Doktor dari Northern Illinois University itu, usianya memang lebih muda dibanding orang-orang yang memiliki prestasi yang sama dengannya. Bahkan oleh sebuah majalah di Amerika, sepak terjangnya itu membuatnya masuk sebagai 100 orang yang berpengaruh di Indonesia.
Beliau banyak bercerita tentang pengalamannya semasa kuliah dulu baik ketika di dalam negeri (UGM) dan di luar negeri (Illinois dan Maryland University). Kondisi dunia pendidikan, materi kuliah, mental para mahasiswa, dosen, dan juga kultur belajar. Beberapa saat rasanya saya diajak untuk studi banding ke negeri lain. Banyak pemikirannya yang brilian di gelontorkan bagi rekan-rekan mahasiswa disana. Termasuk pemikirannya mengenai tantangan pemuda Indonesia di masa mendatang. Seperti kita semua tahu, begitu riuhnya orang-orang Indonesia yang meneruskan pendidikan S2 di luar negeri baik dari jalur beasiswa dan non beasiswa. Beasiswa bisa ditemukan dimana-mana, mulai dari yang paling favorit hingga yang paling mudah, dari Asia sampai Eropa , semua lengkap. Sebut saja Aminef, Chevening, Fullbright , Erasmus Mundus, Monbusho, dan masih banyak program-program lainnya yang bertebaran untuk dipilih.
Lalu kemanakah anak bangsa itu setelah mereka menyelesaikan kuliahnya? Sebagian ada yang memilih untuk tinggal dan bekerja disana, sebagian ada yang memilih melanjutkan, dan sebagian lagi memilih untuk pulang ke Indonesia. Disinilah, tantangan pemuda Indonesia tersaji. Di sadari atau tidak, ditengah maraknya lulusan sarjana anak negeri yang berkompetisi, sebetulnya ada sebuah kompetisi yang lebih besar lagi. Yaitu kompetisi antar lulusan dalam negeri dan luar negeri Saya termenung ketika beliau mengatakan “Nanti, Jangan membayangkan kompetitornya teman-teman di Indonesia, tapi justru mereka-mereka anak Indonesia yang datang dari universitas luar negeri ”
Harus saya akui, hal itu sekarang sudah terjadi. Silahkan cek di bagian HRD di perusahaan Anda, berapa orang lulusan luar negerinya. Satu hari teman saya yang sudah masuk tes tahap akhir di sebuah televisi swasta nasional juga mengeluh, katanya pemiliknya lebih mengutamakan lulusan luar negeri walaupun dia tidak menguasai bidang yang dilamarnya. Saya tidak sedang menyudutkan lulusan dalam negeri, karena saya sendiri adalah lulusan universitas lokal. Cerita lainnya juga datang dari seorang lulusan teknik dari universitas negeri yang mengaku sempat down ketika tahu bahwa saingan-saingan saat dia masuk oil company adalah para lulusan internasional. Dia hampir membatalkan interview terakhirnya karena merasa kalah mental. Beruntung, teman saya ini bisa unjuk gigi dan duduk sejajar dengan lulusan universitas mancanegara seperti MIT, Harvard, dan Illinois.
Ini sebuah cerita kecil yang mungkin dekat dengan kehidupan kita di dunia industri. Meski kita yakin bahwa anak-anak bangsa dari universitas negeri sendiri tidak kalah bersaing, tapi harus di akui bahwa dalam berbagai hal mereka-mereka lulusan internasional menguasai ilmu teranyar dalam dunianya. Bukan hanya dibidang pekerjaan, tapi dibidang wirausaha juga ternyata mereka-mereka ini piawai memainkan perannya dalam trend market, mereka juga mengapreasiasi sektor bisnis. Maka, ucapkan selamat datang dalam dunia kompetisi!
Bagaimana menghadapinya? Disini beliau memberikan kuncinya dalam berkompetisi, ada 4 hal yang akan dibawa oleh anak bangsa lulusan Internasional ketika kembali ke negeri ini
1.State of the art knowledge (Materi)
2.Kemampuan berbahasa asing yang fasih
3.International Network
4.Kekuatan Kapital (modal)
Jadi, pastikan juga bahwa para lulusan dalam negeri siap bersaing dengan menguasai 4 hal tadi. Solusinya, samakan konten dengan luar negeri . Harus diakui, mereka di luar sana diuntungkan oleh institusional, dimana universitas melalui para dosennya selalu dinamis dalam memperbaharui materi disiplin ilmunya, belum lagi dimanjakan oleh fasilitas lengkap dan memadai. Sementara kita tahu, disini perubahan atau adaptasi itu terjadi agak lamban. Disinilah, jangan hanya menjadi orang yang menunggu, tapi harus mau bergerak sendiri. Karenanya dibutuhkan usaha ekstra dari setiap individunya. Manfaatkan tekologi yang ada untuk mengunduh materi-materi kuliah yang disajikan online oleh kampus diluar sana, pelajari sendiri atau berbagi bersama rekan-rekan lainnya bahkan diskusi bersama dosen.
Beliau mengajak semua mahasiswa Indonesia untuk memperkaya diri dengan tools, leadership, enterpreunership dan banyak hal lainnya yang berkaitan dengan soft skills. Meningkatkan kemampuan membaca , karena ini modal penting. Contoh, seorang kandidat doktor di Amerika harus menghabiskan minimal 1000-1100 halaman per minggu. Dan kebiasaan ini harus dimulai sejak dini. Satu hal yang terpenting adalah jangan lupa memanfaatkan teknologi jaringan yang ada untuk memperluas jaringan sampai internasional. Friendster, Yahoogroups, Youtube , Facebook dan banyak lagi jaringan komunitas yang bisa dimaksimalkan untuk sharing banyak hal, buatlah aktivitas kita menjadi lintas negara.
Saya menyimpulkan, pada akhirnya memang kemampuan untuk meningkatkan kapasitas diri dan mengantisipasi perubahan kembali pada masing-masing individu. Kadang saya gemas kalau melihat seorang lulusan universitas yang seringkali menyalahkan kampus atau dosennya atas kekalahan dalam berkompetisi itu. Padahal kalau mau dikaji lagi, kekalahan itu bukan pada universitas atau dosennya, tapi pada diri sendiri. Meskipun itu ada, tapi porsinya kecil karena kemampuan dalam mengembangkan diri yang akan membuat orang itu bertahan dan melesat.
Setelah lulus SD, kita tahu akan ke SMP, begitu seterusnya hingga SMA. Tapi setelah Perguruan Tinggi, maka setiap orang sudah harus mampu mengarahkan diri kemana tujuan hidupnya. Sama halnya dengan anak-anak negeri yang mendapatkan kesempatan beasiswa baik dari pemerintah atau lembaga yang terserak. Menurut pengakuan beberapa lulusan, kadangkala mereka tidak kembali pulang karena banyak ilmu yang belum bisa dikembangkan di Indonesia. Tidak ada alatnya, tidak ada laboratoriumnya, tidak berkembang, dan sejumlah keluhan lainnya yang akhirnya memaksa ilmu itu berhenti hanya sampai kajian bukan implementasi. Rasanya inilah ujian yang sesungguhnya, kenyamanan fasilitas melimpah yang mereka terima di luar sana ternyata tidak didapatkan di negeri yang masih berbenah ini. Karenanya, memang harus di sadari, bahwa mereka semua dikirim memang dengan sebuah peran, untuk mendorong negeri ini bukan hanya untuk komplain semata. Saya sendiri belum tahu rasanya kuliah di luar negeri, selama ini hanya mendengar teman-teman berbagi pengalaman, ilmu dan pemikirannya. Semua menarik. Apalagi kalau bertemu orang yang semangat untuk mengaplikasikan kemajuan ilmu atau kebaikan sistem yang ada disana.
Tulisan ini pun saya buat atas inspirasi dan semangat yang berhasil saya tangkap dari materi yang disampaikan oleh Bpk Anies Baswedan. Tentu banyak peran-peran lain yan bisa diambil dalam kehidupan kita. Lulusan manapun, yang terpenting adalah kemampuan mengambil peran besar bagi kemajuan bangsa. Indonesia bukan sedang berdiam diri, tapi sedang berbenah luar biasa. Mungkin saat ini terlihat repot, tapi itu berarti ada hal yang sedang dikerjakan. Saya yakin semua punya banyak ide yang siap di muntahkan untuk negeri ini. Saya yakin semua tangan ingin berkontribusi membawa cahaya untuk Indonesia. Saya juga yakin kompetisi ini akan membuat setiap orang berlomba untuk menjadi yang terbaik. Akhirnya, semangat berkompetisi inilah yang akan membuat prestasi-prestasi baru lahir dari anak negeri. Bukankah sudah terbukti, saat ini banyak sekali anak Indonesia yang memenangkan kompetisi di kancah dunia? Jadi, yang harus dilakukan adalah membuat grafiknya menjadi eksponensial, terus menanjak dan menanjak..
Diskusi yang waktunya molor karena begitu banyak respons dan pertanyaan itu terpaksa di akhiri, saya melihat rekan-rekan mahasiswa disana seperti di penuhi butiran semangat dan inspirasi. Sepertinya pagi itu semua mendapat 'oleh-oleh' berkesan dari Pak Anies.
Selamat berkompetisi kawan, jangan hanya menjadi penonton.. Lets play Your Role!
Taken from Catatan Kecil Adenita
Pagi itu di Ballroom hotel Grand Kemang, beliau menjadi pembicara dengan tema “Tantangan Pemuda dalam Konteks Indonesia di Masa Depan”. Gaya bahasanya lugas, hampir semua kalimat yang keluar darinya memiliki kekuatan dan semangat yang begitu besar untuk dialirkan kepada seisi ruangan.
Anies Baswedan yang saat ini masih menjabat sebagai Rektor Paramadina ini juga dikenal sebagai politikus muda yang pemikirannya kerap muncul di berbagai Media Massa. Doktor dari Northern Illinois University itu, usianya memang lebih muda dibanding orang-orang yang memiliki prestasi yang sama dengannya. Bahkan oleh sebuah majalah di Amerika, sepak terjangnya itu membuatnya masuk sebagai 100 orang yang berpengaruh di Indonesia.
Beliau banyak bercerita tentang pengalamannya semasa kuliah dulu baik ketika di dalam negeri (UGM) dan di luar negeri (Illinois dan Maryland University). Kondisi dunia pendidikan, materi kuliah, mental para mahasiswa, dosen, dan juga kultur belajar. Beberapa saat rasanya saya diajak untuk studi banding ke negeri lain. Banyak pemikirannya yang brilian di gelontorkan bagi rekan-rekan mahasiswa disana. Termasuk pemikirannya mengenai tantangan pemuda Indonesia di masa mendatang. Seperti kita semua tahu, begitu riuhnya orang-orang Indonesia yang meneruskan pendidikan S2 di luar negeri baik dari jalur beasiswa dan non beasiswa. Beasiswa bisa ditemukan dimana-mana, mulai dari yang paling favorit hingga yang paling mudah, dari Asia sampai Eropa , semua lengkap. Sebut saja Aminef, Chevening, Fullbright , Erasmus Mundus, Monbusho, dan masih banyak program-program lainnya yang bertebaran untuk dipilih.
Lalu kemanakah anak bangsa itu setelah mereka menyelesaikan kuliahnya? Sebagian ada yang memilih untuk tinggal dan bekerja disana, sebagian ada yang memilih melanjutkan, dan sebagian lagi memilih untuk pulang ke Indonesia. Disinilah, tantangan pemuda Indonesia tersaji. Di sadari atau tidak, ditengah maraknya lulusan sarjana anak negeri yang berkompetisi, sebetulnya ada sebuah kompetisi yang lebih besar lagi. Yaitu kompetisi antar lulusan dalam negeri dan luar negeri Saya termenung ketika beliau mengatakan “Nanti, Jangan membayangkan kompetitornya teman-teman di Indonesia, tapi justru mereka-mereka anak Indonesia yang datang dari universitas luar negeri ”
Harus saya akui, hal itu sekarang sudah terjadi. Silahkan cek di bagian HRD di perusahaan Anda, berapa orang lulusan luar negerinya. Satu hari teman saya yang sudah masuk tes tahap akhir di sebuah televisi swasta nasional juga mengeluh, katanya pemiliknya lebih mengutamakan lulusan luar negeri walaupun dia tidak menguasai bidang yang dilamarnya. Saya tidak sedang menyudutkan lulusan dalam negeri, karena saya sendiri adalah lulusan universitas lokal. Cerita lainnya juga datang dari seorang lulusan teknik dari universitas negeri yang mengaku sempat down ketika tahu bahwa saingan-saingan saat dia masuk oil company adalah para lulusan internasional. Dia hampir membatalkan interview terakhirnya karena merasa kalah mental. Beruntung, teman saya ini bisa unjuk gigi dan duduk sejajar dengan lulusan universitas mancanegara seperti MIT, Harvard, dan Illinois.
Ini sebuah cerita kecil yang mungkin dekat dengan kehidupan kita di dunia industri. Meski kita yakin bahwa anak-anak bangsa dari universitas negeri sendiri tidak kalah bersaing, tapi harus di akui bahwa dalam berbagai hal mereka-mereka lulusan internasional menguasai ilmu teranyar dalam dunianya. Bukan hanya dibidang pekerjaan, tapi dibidang wirausaha juga ternyata mereka-mereka ini piawai memainkan perannya dalam trend market, mereka juga mengapreasiasi sektor bisnis. Maka, ucapkan selamat datang dalam dunia kompetisi!
Bagaimana menghadapinya? Disini beliau memberikan kuncinya dalam berkompetisi, ada 4 hal yang akan dibawa oleh anak bangsa lulusan Internasional ketika kembali ke negeri ini
1.State of the art knowledge (Materi)
2.Kemampuan berbahasa asing yang fasih
3.International Network
4.Kekuatan Kapital (modal)
Jadi, pastikan juga bahwa para lulusan dalam negeri siap bersaing dengan menguasai 4 hal tadi. Solusinya, samakan konten dengan luar negeri . Harus diakui, mereka di luar sana diuntungkan oleh institusional, dimana universitas melalui para dosennya selalu dinamis dalam memperbaharui materi disiplin ilmunya, belum lagi dimanjakan oleh fasilitas lengkap dan memadai. Sementara kita tahu, disini perubahan atau adaptasi itu terjadi agak lamban. Disinilah, jangan hanya menjadi orang yang menunggu, tapi harus mau bergerak sendiri. Karenanya dibutuhkan usaha ekstra dari setiap individunya. Manfaatkan tekologi yang ada untuk mengunduh materi-materi kuliah yang disajikan online oleh kampus diluar sana, pelajari sendiri atau berbagi bersama rekan-rekan lainnya bahkan diskusi bersama dosen.
Beliau mengajak semua mahasiswa Indonesia untuk memperkaya diri dengan tools, leadership, enterpreunership dan banyak hal lainnya yang berkaitan dengan soft skills. Meningkatkan kemampuan membaca , karena ini modal penting. Contoh, seorang kandidat doktor di Amerika harus menghabiskan minimal 1000-1100 halaman per minggu. Dan kebiasaan ini harus dimulai sejak dini. Satu hal yang terpenting adalah jangan lupa memanfaatkan teknologi jaringan yang ada untuk memperluas jaringan sampai internasional. Friendster, Yahoogroups, Youtube , Facebook dan banyak lagi jaringan komunitas yang bisa dimaksimalkan untuk sharing banyak hal, buatlah aktivitas kita menjadi lintas negara.
Saya menyimpulkan, pada akhirnya memang kemampuan untuk meningkatkan kapasitas diri dan mengantisipasi perubahan kembali pada masing-masing individu. Kadang saya gemas kalau melihat seorang lulusan universitas yang seringkali menyalahkan kampus atau dosennya atas kekalahan dalam berkompetisi itu. Padahal kalau mau dikaji lagi, kekalahan itu bukan pada universitas atau dosennya, tapi pada diri sendiri. Meskipun itu ada, tapi porsinya kecil karena kemampuan dalam mengembangkan diri yang akan membuat orang itu bertahan dan melesat.
Setelah lulus SD, kita tahu akan ke SMP, begitu seterusnya hingga SMA. Tapi setelah Perguruan Tinggi, maka setiap orang sudah harus mampu mengarahkan diri kemana tujuan hidupnya. Sama halnya dengan anak-anak negeri yang mendapatkan kesempatan beasiswa baik dari pemerintah atau lembaga yang terserak. Menurut pengakuan beberapa lulusan, kadangkala mereka tidak kembali pulang karena banyak ilmu yang belum bisa dikembangkan di Indonesia. Tidak ada alatnya, tidak ada laboratoriumnya, tidak berkembang, dan sejumlah keluhan lainnya yang akhirnya memaksa ilmu itu berhenti hanya sampai kajian bukan implementasi. Rasanya inilah ujian yang sesungguhnya, kenyamanan fasilitas melimpah yang mereka terima di luar sana ternyata tidak didapatkan di negeri yang masih berbenah ini. Karenanya, memang harus di sadari, bahwa mereka semua dikirim memang dengan sebuah peran, untuk mendorong negeri ini bukan hanya untuk komplain semata. Saya sendiri belum tahu rasanya kuliah di luar negeri, selama ini hanya mendengar teman-teman berbagi pengalaman, ilmu dan pemikirannya. Semua menarik. Apalagi kalau bertemu orang yang semangat untuk mengaplikasikan kemajuan ilmu atau kebaikan sistem yang ada disana.
Tulisan ini pun saya buat atas inspirasi dan semangat yang berhasil saya tangkap dari materi yang disampaikan oleh Bpk Anies Baswedan. Tentu banyak peran-peran lain yan bisa diambil dalam kehidupan kita. Lulusan manapun, yang terpenting adalah kemampuan mengambil peran besar bagi kemajuan bangsa. Indonesia bukan sedang berdiam diri, tapi sedang berbenah luar biasa. Mungkin saat ini terlihat repot, tapi itu berarti ada hal yang sedang dikerjakan. Saya yakin semua punya banyak ide yang siap di muntahkan untuk negeri ini. Saya yakin semua tangan ingin berkontribusi membawa cahaya untuk Indonesia. Saya juga yakin kompetisi ini akan membuat setiap orang berlomba untuk menjadi yang terbaik. Akhirnya, semangat berkompetisi inilah yang akan membuat prestasi-prestasi baru lahir dari anak negeri. Bukankah sudah terbukti, saat ini banyak sekali anak Indonesia yang memenangkan kompetisi di kancah dunia? Jadi, yang harus dilakukan adalah membuat grafiknya menjadi eksponensial, terus menanjak dan menanjak..
Diskusi yang waktunya molor karena begitu banyak respons dan pertanyaan itu terpaksa di akhiri, saya melihat rekan-rekan mahasiswa disana seperti di penuhi butiran semangat dan inspirasi. Sepertinya pagi itu semua mendapat 'oleh-oleh' berkesan dari Pak Anies.
Selamat berkompetisi kawan, jangan hanya menjadi penonton.. Lets play Your Role!
Taken from Catatan Kecil Adenita
Komentar
Posting Komentar