Langsung ke konten utama

Setetes Embun

Lagu-lagu Efek Rumah Kaca yang saya dengar di pagi (menjelang siang) telah menjadi inpirasi saya untuk menulis tentang ke-optimisan saya dengan bangsa kita tercinta ini. Saya langsung membayangkan tentang perjuangan orang-orang yang selalu optimis dan mau berjuang buat bangsa ini tanpa pamrih.



Entah sebuah kebetulan atau memang Tuhan memberikan jalan untuk bangsa ini. Ketika saya mulai berpikir apa yang menyebabkan pemuda Indonesia selalu under estimate dengan pemuda bangsa lain? Kemudian saya dengar lagu Efek Rumah Kaca yang menjadi Indonesia. Dalam benak saya ini mungkin sedikit jawaban dari apa yang saya pikirkan.

Hmmm... kenapa kita mesti minder dengan bangsa lain? Mereka keren?, lebih maju daripada kita?, atau mereka makan keju, kita makan singkong?...
Wake up guys, kita diciptakan Tuhan dengan fisik yang sama, volume otak yang sama. So, ga ada alasan untuk ga pede.. Are U agree with me?.

Sedikit analisa saya, entah benar atau ga.. Mengapa diluar negeri khususnya dinegara maju pemudanya begitu progresif, karena mereka menghargai waktu dan karunia yang diberikan kepadanya, jadi dengan kata lain mereka ga akan menyia-nyiakan waktu walaupun satu detik. Nah, sementara kita selalu saja mengeluh ketika kita ga bisa tidur siang, gak bisa nonton film, ga bisa berpakain bagus...

Hal-hal seperti itu yang harus kita ubah paradigmanya. Di era globalisasi seperti sekarang ini bukan tidak mungkin kita "dijajah" lagi dengan bangsa lain kalo kita ga progresif kawan...!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.

Ke-Indonesia-an

Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan (ataukah ketidakmauan?) pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Ambon, Poso, dan Tuban, pascareformasi. Eforia reformasi dengan ingar bingar demokratisasi, desentralisasi, dan de-korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)-isasi ternyata di sisi lain mengabaikan identitas politik, ideologi, dan budaya Indonesia. Yang muncul adalah konflik komunal dan bangkitnya ”massa” sebagai kekuatan represif— menggantikan keotoriteran Orde Baru—yang melahirkan kerusuhan dan kekerasan dengan jubah agama. Tidak jujur Semua barangkali berpangkal dari ketidakjujuran mengurus bangsa. Kesadaran sebagai bangsa Indonesia memang baru mencuat pada awal 1920-an, berkat jasa politik kultural yang teramat besar dari Perhimpunan Indone...