Langsung ke konten utama

Jangan (Biarkan Mereka) Takut Bermimpi

Minggu kemarin, saya diberi kepercayaan penuh oleh rekan-rekan saya untuk menentukan judul dan bahan untuk presentasi di SMA tentang Pendidikan. Ada hal menarik sekaligus memprihatinkan yang saya temukan ketika presentasi itu. Materi yang waktu itu saya sampaikan adalah ” Menata Hidup dan Merancang Masa Depan”, inspirasi ini saya dapatkan setelah membaca buku Marwah Daud Ibrahim. ...Bukunya sederhana tapi luar biasa ! Apa saja yang saya temukan?

Pertama, dari 30 siswa. Ketika saya minta mereka untuk menuliskan 5 kelebihan dan 5 kekurangan mereka masing-masing, banyak yang tidak dapat menyelesaikan permintaan saya. Ada beberapa alasan yang mereka sampaikan, yaitu ; kita tidak bisa menilai diri kita sendiri, nggak pernah kepikiran hal yang begini, bingung mau nulis apa, bahkan ada yang beralasan ” saya nggak punya kelebihan ” … dug…dugg…duggg..jantung saya berdebar kencang ! Perih sekali rasanya mendengar ini tapi inilah kenyataan. Saya mencoba berpikir lebih luas dari konteks ini, bukan untuk menggurui tapi sebagai orang yang pernah mengalami rasa kecewa karena melihat kondisi ini. Mari kita bedah kenyataan pertama yang saya temukan. Pertanyaan menarik, sudahkah kita mengenal diri kita sendiri ?? itulah yang mungkin belum kita ajarkan pada anak-anak kita, belajar mengenal dan memahami diri mereka sendiri dulu untuk hal yang paling sederhana mengetahui kelebihan dan kekurangannya sendiri, sehingga mereka tau potensi mereka, dengan mengetahui potensi mereka berarti kita tau kemana anak itu akan dikembangkan sehingga kepercayaan diri dari mereka akan terbangun dengan kokoh ! Kepercayaan diri itu yang belum banyak saya temukan dan negeri ini butuh banyak sarjana Psikologi untuk pencarian bakat anak-anak negeri ini kalau belum mampu dipenuhi, kita sebagai orang tua sudah seharusnya menjadi sarjana Psikologi bagi anak-anak kita . Mungkin ini menjadi salah satu penyebab TIMNAS Sepakbola negeri ini seringkali kalahhh….fiuuhhhh. Nggak percaya diri dan tidak bermental baja.

Kenyataan kedua yang saya temukan adalah ketika saya mengajukan pertanyaan lagi ” Apa impian besar kalian ”. Sengaja saya gunakan pertanyaan dengan jawaban multitafsir. Mereka pun menjawab ; Saya pengen berguna bagi agama, nusa dan bangsa, saya pengen orang tua saya bahagia, saya pengen jadi orang sukses dan lain-lain lagi. Apa yang mereka sampaikan bukan salah, tapi sangat luas dan tidak punya arah yang jelas. Pernah kebayang jika anak panah yang seharusnya menancap di papan sasaran, menjadi tidak menancap ditempat yang seharusnya karena berbelok arah menuju buah apel yang bergelantungan di pohon apel .. hehehe. Yang saya dapatkan, mereka tidak membuat tujuan yang fokus, sasaran yang jelas. Misalkan, saya ingin jadi dokter, saya ingin jadi presiden RI, saya ingin jadi sastrawan sekelas Pramoedya dan banyak lagi. Tentunya ini lebih jelas arahnya, karena jika tidak pastinya akan gampang terpesona dengan hal-hal menarik lainya sehingga kita tidak pernah sampai pada tujuan kita !

Bahkan ada salah satu siswa yang bertanya ; saya takut bercita-cita setinggi langit, takutnya tidak tercapai, jatuhnya pasti sakit. Saya coba tersenyum dan menceritakan sebuah analogi : Jika kita bercita-cita setinggi langit secara tidak langsung pastinya semangat yang mengebu-gebu akan mengikuti kita karena rasa ingin yang teramat kuat untuk mencapai cita-cita itu, tetapi jika tidak tercapai setinggi langit, pastinya setinggi Monas sudah cukup tinggi ?? beda jika kita bercita-cita setinggi Monas, karena jika jatuh bisa sampai tanah.. hehhe.

Oleh karena itu, bisa jadi perilaku elit politik kita yang tidak berani berimpian tinggi untuk bangsa ini dikarena mereka sudah tidak punya kepercayaan diri akan potensi besar bangsa ini dan takut jika rakyat Indonesia cerdas semua, tidak adalagi yang bisa dibodohi untuk menjadikan mereka legislatif ataupun eksekutif. Entahlah ..siapa yang tahu . Sistem pendidikan yang masih menyamaratakan kemampuan anak negeri ini, saya kira menjadi salah satu penyebab kenapa dibanyak bidang kita terpuruk. Kebudayaan daerah mulai meredup, olahraga yang menyedihkan, olimpiade sains mungkin patut dibanggakan tapi seberapa banyak anak Indonesia yang bisa seperti itu ?? banyak potensi lain yang terabaikan, sudah seharusnya kita berdiri sejajar dengan USA, Rusia, Eropa, India, China dan Jepang karena potensi SDM yang luar biasa Cuma salah urus ..hiks

Tentunya tulisan (curhat) saya ini hanya sekelumit kisah, tapi harapan saya, mari kita hargai anak-anak kita sebagai manusia yang punya akal dan rasa. Jangan biarkan anak Indonesia untuk berimpian pun takut. Ajarkanlah pada anak-anak kita keberanian untuk memilih dengan menyampaikan resiko yang akan dihadapi sehingga mereka menjadi pemilih yang cerdas untuk masa depan mereka, dan orang tua wajib menjadi pendukung yang kritis. Ajarkan anak-anak kita untuk fokus pada tujuan hidupnya agar tidak terbuang sia-sia tenaganya. Impian mereka adalah masa depan Indonesia. Kesuksesan individu mereka nanti adalah kesusksesan Indonesia. Kaum muda adalah aset strategis bangsa. Mari cerdaskan anak negeri !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Pesan Untuk Nonoman Sunda

Nonoman Sunda! Pasundan teh lemah cai aranjeun! Aranjeun nu boga kawajiban ngabdi ka lemah cai, tapi gigireun ieu kawajiban anjeun ngabogaan hak pikeun hirup di tanah sorangan. Nonoman Sunda! Upama anjeun teu wekel ngasah awak, teu pemohalan, Nonoman Sunda di lemah caina teu kabagean alas, kapaksa kudu nyamos lantaran kalindih ku golongan sejen. Ku saba eta para Nonoman sunda, geuwat berunta, geuwat kukumpul tanaga jeung pakarang, nu diwangun ku kaweruh pangpangna adat tabeat nanu kuat, nyaeta: kawekelan, kadaek, kakeyeng, karep jeung kawanen. Geura rasakeun, pisakumahaeun teuing pinalang saeunana upama Nonoman Sunda ngan kabagean harkat kuli jeung jongos, paling negtog jadi jurutulis, cindekna ngan kabagean pangkat laladen, tur di bali ngeusan ngajadi sorangan. Aduh tobat, dugikeun ka kedah kitu mah, sing jauh ti tanah sunda, ka ditu ka sabrang. (Oto Iskandar Di Nata) Resapilah tulisan Oto Iskandar Di Nata dari tahun 1938. Beliau sangat sayang kalian, jau...

Cerita Kelas Empat

Cerita-cerita dari teman sesama pengajar benar-benar membuka mata saya akan apa yang sudah saya lakukan dan kerjakan selama mengajar. Banyak kekurangan di sana sini. Masih belum maksimal di beberapa aspek. Bahkan minim di satu, dua poin pengembangan. Kekurangan tak membuat saya kecewa. Justru saya kembali dengan banyak bahan evaluasi dan perbaikan ke depan. Dalam beberapa sesi diskusi, agaknya saya mesti bersyukur diberi kepercayaan mengajarkan kelas rendah. Buat saya, kelas empat adalah sebuah transisi. Proses perubahan pemikiran anak-anak dari yang sebelumnya belajar materi-materi sederhana ke materi-materi yang jauh lebih serius dan rumit. Jam belajarnya pun bertambah. Banyak teman mengeluhkan anak murid mereka yang belum lancar membaca dan mengingat hurf-huruf bahasa Inggris. Jelas, di kelas saya pun masih ada yang belum bisa membaca dan menghapal huruf-huruf dalam Bahasa Inggris. Tapi saya tak mengejar terlampau jauh ke belakang. Bayangkan di kelas 4 dengan materi s...