Langsung ke konten utama

Menulis



Menulis itu bagaikan memulung kata.
Kita seperti berjalan-jalan di sebuah taman. Melihat kata kaleng berserakan; kita pungut. Menyaksikan kata kupu-kupu berterbangan; kita pungut. Merasakan kata lembutnya rumput; kita pun pungut. Dan masih banyak kata, yang ada di taman itu kita kumpulkan. Semuanya bertumpuk dalam otak. Beberapa, dalam sebuah catatan kecil. 

Lantas, kita pilah kata-kata yang tepat guna. Kata-kata yang sesuai dengan ide di benak kita. Kata-kata yang bisa menggambarkan emosi dan perasaan. Kita pilah semuanya. Kita kelompokkan dalam klasifikasi-klasifikasi tertentu. Kata “kaleng” untuk menegaskan arti “pencemaran”, kata “kupu-kupu” untuk menggambarkan “indah,” kata “rumput” untuk menunjukkan “taman,” dan sebagainya. Lalu kita menyusunnya dalam sebuah kalimat. Kalimat-kalimat itu lantas kita hubung-hubungkan, menjadi sebuah paragraf. Akhirnya menjadi sebuah cerita atau karangan. 

Dengan karangan, kita bisa bertukar pikiran, perasaan dan pengalaman. Manusia adalah satu-satunya mahkluk di dunia ini yang bisa melakukannya. Hanya dengan sebuah karangan, manusia bisa dikenang selama berabad-abad lamanya. Dengan sebuah karangan (baca: tulisan) kita bisa mengetahui sosok yang hidup di zaman lampau. Dengan sebuah karya tulis, orang bisa dikenal melintasi jarak, ruang dan waktu. Harry Potter yang kita nikmati sekarang, berpuluh-puluh tahun mendatang akan tetap dibaca anak cucu kita. Tetralogi Pulau Buru Pram yang ditulis berpuluh tahun lalu, berpuluh tahun berikutnya akan kembali dibedah oleh pembaca-pembaca lainnya. Maka memang benar bila menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Bayangkan, berapa banyak kata di dunia ini? Berapa banyak kalimat yang ada di seluruh jagad raya? Mungkin sebanyak bintang-bintang di angkasa sana. Dan ajaibnya, kata atau kalimat itu tak pernah habis. Laksana ruang yang tak berujung. 

Setiap hari, selalu ada kalimat baru yang dituliskan. Ada karangan baru yang dicetak. Ada cerita-cerita baru yang dibagikan. Dan entah akan berakhir sampai kapan. Apakah sampai kiamat kelak? Entah! Sejak pertama kali ditemukan kata dan tulisan, kita tak pernah bisa berhenti menulis. Tulisan adalah sesuatu yang magis sekaligus fantastis. Kita harus berterima kasih pada alfabet. Pada 26 huruf yang menyusun kata itu. Dengannya semua benda, bahkan emosi dan perasaan, bisa diungkapkan lewat kata. 

Penulis hanyalah seperti pemulung. Tapi ia memulung kata. Dengan rajin, Ia memungut tiap kata yang bertebaran dalam setiap penjuru jagad ini. Merangkainya, kemudian membagikannya kepada orang lain. Dengan itu, kita menuju keabadian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit sejarah Viking-The Jak

oke, sekarang lagi pengen cerita sedikit ttg perseteruan paling heboh di zaman Indonesia modern antara viking-the jak. cerita ini diambil dari beberapa sisi yaitu : 1. pentolan viking tahun 1990an 2. Ayi beutik, panglima viking 3. Ketua the jak ke-3 entah siapa namanya 4. cerita langsung org2 yg hadir di kejadian jadi insyaalloh ga bakal lebay tapi sebelumnya, meskipun udah coba mencakup beberapa pandangan orang, mohon maaf kalau ceritanya masih pro ke viking *da kumaha2 ge aing mah viking, bakal dukung persib terus, dek damai hayu, perang ge jalan*  tapi ulah ateuh ai sampe ka perang mah,heheheehe.... so here's the story... maaf ya, buat org2 jakarta, meskipun dari zaman perserikatan udah saingan terus, cuman militansi suporter waktu itu persib emzng udah dahsyat. Beda sama pendukung persija apalagi waktu liga Indonesia mulai dengan ngegabungin tim2 perserikatan-galatama. Waktu itu pendukung persija belum ada, yg ada pendukung pelita jaya, termasuk Ferr...

LEBAM

Semakin nyaman berada dalam satu lingkungan, semakin enggan untuk beranjak darinya. Rasa dan jiwa menjadi lebam. Nyali berubah ciut dan kecut. Memang gila meninggalkan kenyamanan. Namun lebih gila menerus diam, tapi mengharapkan terjadi sesuatu perubahan.

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.