Langsung ke konten utama

RINDU PADA MEREKA

Baru nemu sinyal bagus nih untuk bisa posting note ini… alhamdulillah :)

Sekolah ini hanya memiliki tiga ruangan kelas ---satu ruangan kelas ditempati dua kelas tanpa sekat dan untuk kelas 3, setiap hari mereka belajar di luar karena tidak memiliki ruangan---, tidak mempunyai toilet, tidak mempunyai perpustakaan dan tidak mempunyai banyak buku bacaan. Tapi, di sekolah ini banyak menyimpan anak-anak (murid) yang luar biasa. Anak-anak yang mempunyai semangat untuk mengejar masa depannya dengan semangat.



Sekolah yang dinamakan SDN Garawangi 4 ini memang terlalu berkesan untuk saya. Meski (baru) beberapa bulan saja saya mengajar di sekolah ini tapi memang banyak pelajaran berharga yang saya dapat terutama dari semangat anak-anak disini. (Untuk) saat ini saya tidak mengajar di sekolah itu. Sudah tiga bulan saya tidak melihat anak-anak yang luar biasa itu, tidak menemukan canda tawa mereka, tidak bermain bersama mereka, tidak mengajarkan mereka Bahasa Inggris dan banyak hal yang tidak bisa dilakukan bersama mereka lagi. Saya merindukan saat bersama mereka.

Rindu pada mereka ini seperti prosa-prosa tak sampai yang menggenang di tepian kuku. Rindu yang hendak disampaikan melalui kata-kata indah tapi tak tercurahkan.

Akhirnya, rindu saya pada mereka ini manggerakkan hati saya untuk bertemu dengan mereka. Beberapa hari lalu tepatnya hari sabtu (minggu kemarin) saya memutuskan untuk bertemu mereka. Pagi itu sebelum berangkat menuju tempat mengajar saya (yang baru). Saya  arahkan motor yang saya tumpangi menuju sekolah itu (SDN Garawangi IV).

Dari jauh terlihat anak-anak bermain sepeda dan lari-larian dengan riangnya. Padahal masih pukul enam pagi, mereka sudah berkumpul di sekolah, berarti masih sekitar satu jam setengah lagi mereka masuk kelas. Begitu saya masuk gerbang, dari belakang anak-anak langsung berlari ke arah saya sambil memanggil nama saya “Pak Angyar… Pak Angyar….” Mereka memanggil saya. Saya langsung turun dari motor dan menyapa mereka. Saya terkejut ketika mendengar anak-anak serempak menyapa saya “Bapak, how are you today?”. Subhanallah… mereka menyapa saya dalam Bahasa Inggris dengan logat yang lumayan fasih. Mungkin sangat biasa untuk anak-anak yang bersekolah di kota atau sekolah yang sudah bagus dengan sapaan Bahasa Inggris seperti ini. Tapi anak-anak di sekolah ini tidak begitu mengerti dengan salam dalam Bahasa Inggris (Greeting). Untuk alphabet dan numbers saja mereka belum tahu. Satu per satu mereka menanyakan kabar dan bercerita kepada saya tentang kesahariannya di sekolah setelah tiga bulan tidak bertemu lagi dengan saya. Dan serempak anak-anak berkata :

“Bapak kapan ngajar lagi disini?” tanya mereka kepada saya

“Insya Alloh bapak akan ngajar lagi disini” jawab saya

“Asiiiikkkkkkk……!!!” mereka serempak senang.

Setelah mengobrol banyak dengan mereka, saya cukupkan bertemu dengan mereka dan melanjutkan lagi perjalanan saya menuju tempat saya mengajar yang jarak tempuhnya satu jam.
Dalam perjalanan, saya terus teringat dengan senyuman tulus yang terpancar dari wajah mereka, terus teringat cerita-cerita mereka tadi dan terus teringat pertanyaan mereka “Bapak kapan ngajar disini lagi?”. Tak sadar air mata saya berlinang (saya harap tidak lebay). Begitu terharunya saya mengingat mereka. Terharu dengan semangat mereka dalam mengejar mimpi. Padahal mereka tau tidak punya banyak buku seperti sekolah-sekolah yang lain, mereka tau hanya memiliki tiga ruangan kelas, mereka tau tidak mempunyai toilet tapi mereka masih mau bangun pagi, masih mau berangkat pagi dan masih mau nyamperin gurunya. Luar biasa memang semangat mereka.

Anak-anakku, tanpaku jangan pernah kau padamkan bara semangat. Tataplah bentang laut yang luas , seluas itu lah masa depanmu. Perjalananmu masih panjang. Bentangkan layar dan terjanglah ombak. Insya Alloh… semua mimpi akan tercapai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.

Ke-Indonesia-an

Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan (ataukah ketidakmauan?) pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Ambon, Poso, dan Tuban, pascareformasi. Eforia reformasi dengan ingar bingar demokratisasi, desentralisasi, dan de-korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)-isasi ternyata di sisi lain mengabaikan identitas politik, ideologi, dan budaya Indonesia. Yang muncul adalah konflik komunal dan bangkitnya ”massa” sebagai kekuatan represif— menggantikan keotoriteran Orde Baru—yang melahirkan kerusuhan dan kekerasan dengan jubah agama. Tidak jujur Semua barangkali berpangkal dari ketidakjujuran mengurus bangsa. Kesadaran sebagai bangsa Indonesia memang baru mencuat pada awal 1920-an, berkat jasa politik kultural yang teramat besar dari Perhimpunan Indone...