Idul Fitri merupakan salah satu hari yang ditunggu oleh umat muslim. Pada hari ini selain saling memaafkan, ibrah lain adalah berkumpulnya masyarakat dengan sanak family.. Satu-satunya momen dengan mobilisasi massa terbesar di Indonesia sudah berlangsung sejak kurang lebih tujuh hari yang lalu dan akan berakhir tujuh hari kemudian. Momen tahunan yang mengalahkan panasnya intrik Pemilu lima tahunan atau euforia empat tahunan Piala Dunia, yap momen itu bernama ‘mudik’. Ribuan orang dari berbagai daerah rela merogoh koceknya dalam-dalam dan bahkan banyak juga yang harus rela berpanas-panas serta menghirup karbon monoksida selama berjam-jam di atas jalanan, atau berdesak-desakan di dalam alat transportasi publik. Mereka semua punya satu tujuan : kembali ke kampung halamannya masing-masing untuk bersilaturahim dengan sanak saudaranya.
Bagi rakyat Indonesia, merayakan kemenangan di hari Idul Fitri ada beragam caranya. Mulai dari berpakaian serba baru yang menandakan budaya konsumtif, sampai dengan mudik ke kampung halaman bersama keluarga. Agar lebih fokusnya lagi, mari saya coba mengambil poin kedua sebagai topik pembicaraan tulisan kali ini, yaitu Mudik ke kampung halaman bersama keluarga.
Mudik adalah suatu kegiatan perpindahan penduduk dalam waktu tertentu sesuai dengan maksud dalam hati masing-masing. Mudik sangat identik sekali dengan barang bawaan alias tentengan, kendaraan bermotor, macet, bahkan kecelakaan. Indonesia setiap tahunnya mengalami aktifitas mudik yang mengikut sertakan banyak sekali penduduknya sehingga terminal, stasiun, jalan raya pun membludak.
Berbeda dengan aktifitas perpindahan penduduk lainnya, seperti transmigrasi, mudik sendiri diakibatkan bukan karena perpindahan penduduk dari suatu tempat dari daerah yang penduduknya padat ke daerah yang penduduknya renggang, atau dari desa ke kota, bahkan sebaliknya, melainkan Mudik diakibatkan oleh tidak tertahannya lagi rasa sesak di dada alias rindu kepada kampung halaman atau dengan penjelasan lebih terperinci lagi yaitu orang-orang yang dicintai dan dikasihi. Dan aspek tersebutlah yang menjadi landasan dasar orang-orang di negara ini melakukan Mudik.
Berbeda dengan model perpindahan penduduk lainnya, yang biasanya tujuan sampingan dilakukan migrasi adalah mencari lapangan pekerjaan atau memperbaiki ekonomi, dan setelah mendapatkan pekerjaan, berkeinginan mengembangkan potensi kampung halamannya agar masyarakatnya pun maju dengan usaha yang dimiliki, Mudik tidak sedikitpun memiliki tujuan profit, melainkan humaniora semata, lebih memanusiakan manusia, melepaskan rasa kangen dengan keluarga dikampung, serasa penat selama perjalanan hilang seketika.
Seperti disalah satu lirik lagunya Slank, Makan nggak makan asal ngumpul. Begitulah Penduduk Indonesia, merelakan badannya melakukan perjalanan ratusan kilometer, menelusuri likunya jalan raya, hanya semata ingin mengucapkan “Mohon Maaf Lahir Bathin ya Ayah, Mohon Maaf Lahir Bathin ya Ibu, Anak mu Pulang”
Berharap padi dalam lesung, yang ada cuma rumpun jerami,
harapan hati bertatap langsung, cuma terlayang postingan ini.
Sebelum cahaya padam, sebelum hidup berakhir,
sebelum pintu tobat tertutup, sebelum Idul Fitri datang,
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Bagi rakyat Indonesia, merayakan kemenangan di hari Idul Fitri ada beragam caranya. Mulai dari berpakaian serba baru yang menandakan budaya konsumtif, sampai dengan mudik ke kampung halaman bersama keluarga. Agar lebih fokusnya lagi, mari saya coba mengambil poin kedua sebagai topik pembicaraan tulisan kali ini, yaitu Mudik ke kampung halaman bersama keluarga.
Mudik adalah suatu kegiatan perpindahan penduduk dalam waktu tertentu sesuai dengan maksud dalam hati masing-masing. Mudik sangat identik sekali dengan barang bawaan alias tentengan, kendaraan bermotor, macet, bahkan kecelakaan. Indonesia setiap tahunnya mengalami aktifitas mudik yang mengikut sertakan banyak sekali penduduknya sehingga terminal, stasiun, jalan raya pun membludak.
Berbeda dengan aktifitas perpindahan penduduk lainnya, seperti transmigrasi, mudik sendiri diakibatkan bukan karena perpindahan penduduk dari suatu tempat dari daerah yang penduduknya padat ke daerah yang penduduknya renggang, atau dari desa ke kota, bahkan sebaliknya, melainkan Mudik diakibatkan oleh tidak tertahannya lagi rasa sesak di dada alias rindu kepada kampung halaman atau dengan penjelasan lebih terperinci lagi yaitu orang-orang yang dicintai dan dikasihi. Dan aspek tersebutlah yang menjadi landasan dasar orang-orang di negara ini melakukan Mudik.
Berbeda dengan model perpindahan penduduk lainnya, yang biasanya tujuan sampingan dilakukan migrasi adalah mencari lapangan pekerjaan atau memperbaiki ekonomi, dan setelah mendapatkan pekerjaan, berkeinginan mengembangkan potensi kampung halamannya agar masyarakatnya pun maju dengan usaha yang dimiliki, Mudik tidak sedikitpun memiliki tujuan profit, melainkan humaniora semata, lebih memanusiakan manusia, melepaskan rasa kangen dengan keluarga dikampung, serasa penat selama perjalanan hilang seketika.
Seperti disalah satu lirik lagunya Slank, Makan nggak makan asal ngumpul. Begitulah Penduduk Indonesia, merelakan badannya melakukan perjalanan ratusan kilometer, menelusuri likunya jalan raya, hanya semata ingin mengucapkan “Mohon Maaf Lahir Bathin ya Ayah, Mohon Maaf Lahir Bathin ya Ibu, Anak mu Pulang”
Berharap padi dalam lesung, yang ada cuma rumpun jerami,
harapan hati bertatap langsung, cuma terlayang postingan ini.
Sebelum cahaya padam, sebelum hidup berakhir,
sebelum pintu tobat tertutup, sebelum Idul Fitri datang,
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Komentar
Posting Komentar