Langsung ke konten utama

Pasir Guntur Menemanimu Kawan...

Untuk Aku, Kalian, Mereka atau siapa sajalah...

Terbesit rasa sakit mendalam menyayat luka lama yang tengah mengering...
Mendengarmu diperlakukan seperti "hewan"
Begitulah hewan memperlakukan manusia...
Tidak ada keselarasan logika, empati dan nurani
Atau memang semua telinga itu sudah tertutup oleh gumpalan "conge conge" yang menguning..
Atau mata itu sudah tertutup oleh gundukan "cileuh-cileuh" yang menutupi pipir mata..
Mungkin bahkan pintu Jiwa sebagai Nyawa dari kehidupan sudah terkunci..
TAKUT TAKUT TAKUT....TAKUT ADALAH JIWAMU HEWAN NISTA !!!

Ditengah kebingungan akan fenomena reaksi alam...
Ditengah kegundahan Teologis akan Kebenaran...
Ditengah erangan napas yang tersendat oleh bakteri-bakteri kecil yang Menyummbat..

Aku Tahu Kawan Kau akan Bertahan....
Semangatmu, semangat kita dan SemangatNYA selalu didalam jiwa dan tubuh mu...
Biarkan hewan itu memakan rumput-rumput liar saja...
lalu teracuni pestisida petani miskin yang tak mampu membeli pupuk organik...

Hanya kau kawan yang akan berdiri menantang udara kering dan debu-debu olahan pasir...
Temanmu mungkin hanya kasur beralaskan kayu bekas kandang hewan..

Namun Harapan dan doa kami selalu mengiringi mu sampai akhir zaman...
Kita akan berjuang meskipun mungkin dengan senjata yang berbeda....
Tapi DARAH kita sama Kawan...Semangat Kita Sama...
dan DARAH- DARAH yang terkandung kerikil-kerikil kecil mikro organisme
yang jatuh cinta pada tubuh kita sehingga dia tidak pernah lepas dari raga
sebagai sumber energi dari perjuangan kita. Sumbu Penyulut API...
Itu Yang membuat "Hewan-hewan" itu Takut...
Itu yang membuat keterasingan di bumi kita sendiri..
Cacian adalah Semangat...
Pengasingan adalah Refleksi...
Amarah dan rasa takut buang jauh2 ke pantai selatan...

Untuk mu kawan Bertahanlah semampu kau untuk Bertahan...
Jikalau lelah, tariklah napas dan lalu lepaskan perlahan...
dan ingatlah dalam hati, Semua akan baik2 saja....
Karena PASIR GUNTUR MENEMANIMU !!!


didedikasikan untuk orang-orang yang ter-diskriminasi karena HIV AIDS......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Budi Kecil

…Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepal… Lirik lagu milik Iwan Fals ini sering sekali terimajinasi oleh saya, dari suara vokal dan gitar yang dibawakan oleh Iwan Fals, atau pun dari suara teman-teman saya ketika bernyanyi bersama, dengan seadanya. Mulanya saya kira lagu ini berjudul ‘Anak Sekecil Itu’, maklum saja saya tak pernah mendengarnya melalui versi lengkap yang dinyanyikan Iwan Fals. Ternyata lagu ini berjudul ‘Sore Tugu Pancoran’. Tiap kali mendengar lagu ini, ada satu perasaan yang hadir menyelimuti hati saya, yaitu tragis. Kenapa? Karena lagu ini berkisah tentang anak kecil bernama Budi yang harus bekerja sebagai penjual koran sore di kawasan Pancoran, kalau tidak salah ini di kawasan Jakarta Selatan. Ia melakukannya demi tetap dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan untuk menggapai cita-cita. Ironis sekali Iwan Fals me...

Stop Mengeluh, Lakukan Perubahan!

Stop mengeluh dan mulai lakukan perubahan - sekecil apapun itu - untuk Indonesia yang lebih baik Banyak dari kita yang sering mengeluh mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia dan mempengaruhi hidup kita sehari-hari. MACET. BANJIR. KEMISKINAN. KEJAHATAN. KORUPSI dan masih banyak lagi. Twitter dan Facebook jadi sasaran tempat kita mengeluh dan bahkan memaki. Tapi, sudahkah kita bertanya pada diri sendiri perubahan apa yang telah kita lakukan, sekecil apapun, untuk menjadikan negeri ini lebih baik? Perubahan besar dapat dimulai dengan hal yang sederhana. Perubahan besar itu dapat terjadi jika ada perubahan-perubahan kecil - DIMULAI DARI DIRIMU.

Ke-Indonesia-an

Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), pernah mengingatkan, jika dalam suatu masyarakat majemuk masing-masing kelompok mengklaim kebenaran absolut agama, moralitas, atau kulturnya, yang terjadi adalah konflik. Ditambah ketidakmampuan (ataukah ketidakmauan?) pemimpin menegakkan hukum, maka yang muncul adalah kerusuhan di Ambon, Poso, dan Tuban, pascareformasi. Eforia reformasi dengan ingar bingar demokratisasi, desentralisasi, dan de-korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)-isasi ternyata di sisi lain mengabaikan identitas politik, ideologi, dan budaya Indonesia. Yang muncul adalah konflik komunal dan bangkitnya ”massa” sebagai kekuatan represif— menggantikan keotoriteran Orde Baru—yang melahirkan kerusuhan dan kekerasan dengan jubah agama. Tidak jujur Semua barangkali berpangkal dari ketidakjujuran mengurus bangsa. Kesadaran sebagai bangsa Indonesia memang baru mencuat pada awal 1920-an, berkat jasa politik kultural yang teramat besar dari Perhimpunan Indone...