“Hom pim pah… Unyil kucing!”
Kalimat pembuka serial si Unyil ini sangat membekas dalam ingatan saya. Si Unyil yang tayang sejak saya SD, dan sampai kini pun dia (si Unyil) tetap SD, memang film yang populer dimasanya. Saat ini Si Unyil pun tampil kembali dengan mengusung kekinian masanya. Dan tetap, dengan seragam SD dan permainan kucing-kucingannya itu.
Kucing-kucingan memang pemainan paling popular masa kecil saya. Permainan kejar-kejaran dimana satu orang menjadi si “kucing”, berusaha mengejar dan meyentuh seorang yang lain untuk giliran menjadi kucing (Ucing *Sunda).
Permainan popular lainnya yaitu petak umpet. Permainan ini sangat mengasikkan, karena kita bisa mengeksplor tempat persembunyian yang paling sulit ditemukan. Tak jarang pohon dan atap menjadi tempat favorit persembunyian.
Ada perbedaan yang menyolok dari permainan-permainan jaman saya kecil dengan jaman anak saya sekarang. Permainan jaman dulu banyak melibatkan beberapa individu secara langsung dan penuh dengan gerak, kecepatan dan ketangkasan fisik. Tak heran, kalau pulang bermain pasti badan penuh keringat dan debu, kepala bau matahari, kaki penuh lumpur dan goresan luka.
Permainan yang saya kenal ini terbagi menjadi beberapa jenis, ada permainan khusus untuk anak laki-laki, seperti layangan, main kelereng, main gambar. Juga permainan khusus untuk anak perempuan, seperti masak-masakan, main karet/loncat tinggi, sepintrong, dan lain-lain. Tapi tak jarang ada juga anak perempuan yang bermain layangan, kelereng dan main gambar, serta anak laki-laki yang bermain karet, ataupun loncat tinggi.
Ada pula permainan beregu penuh strategi dan kerjasama. Misalnya: petak umpet, benteng-bentengan, galah dan banyak lagi. Juga permainan yang penuh kreatifitas seperti enggrang, gasing, congklak.
Menurut saya, permainan-permainan ini juga banyak manfaatnya. Disamping mengajarkan berstrategi dan kerjasama antar tim, gerakan fisiknya tentu membuat tubuh bugar dan sehat, dan yang lebih penting lagi adalah mendidik anak bersosialisasi. Selain itu bisa juga melatih kesabaran dan dan pengendalian diri si anak.
Sayang sekali, sekarang ini sudah jarang atau malah tidak ada anak-anak yang memainkan permainan-permainan itu. Bahkan banyak dari mereka yang tidak mengenal permainan tersebut. Mereka lebih mengenal PS, Tetris dan permainan online lainnya, yang mereka mainkan secara “sendiri” walaupun bisa bersama-sama secara online.
Ada kerinduan tersendiri menyaksikan anak-anak sekarang bermain ucing-ucingan atau benteng-bentengan, berpanas-ria di lapangan bersama teman-temannya.
Ah, mungkin itu hanya romantisme masa kecil saya saja. Toh, setiap masa mempunyai keasikannya sendiri.
“Hom pim pah.. Unyil Kucing!”
“Lariiiii…”
Kalimat pembuka serial si Unyil ini sangat membekas dalam ingatan saya. Si Unyil yang tayang sejak saya SD, dan sampai kini pun dia (si Unyil) tetap SD, memang film yang populer dimasanya. Saat ini Si Unyil pun tampil kembali dengan mengusung kekinian masanya. Dan tetap, dengan seragam SD dan permainan kucing-kucingannya itu.
Kucing-kucingan memang pemainan paling popular masa kecil saya. Permainan kejar-kejaran dimana satu orang menjadi si “kucing”, berusaha mengejar dan meyentuh seorang yang lain untuk giliran menjadi kucing (Ucing *Sunda).
Permainan popular lainnya yaitu petak umpet. Permainan ini sangat mengasikkan, karena kita bisa mengeksplor tempat persembunyian yang paling sulit ditemukan. Tak jarang pohon dan atap menjadi tempat favorit persembunyian.
Ada perbedaan yang menyolok dari permainan-permainan jaman saya kecil dengan jaman anak saya sekarang. Permainan jaman dulu banyak melibatkan beberapa individu secara langsung dan penuh dengan gerak, kecepatan dan ketangkasan fisik. Tak heran, kalau pulang bermain pasti badan penuh keringat dan debu, kepala bau matahari, kaki penuh lumpur dan goresan luka.
Permainan yang saya kenal ini terbagi menjadi beberapa jenis, ada permainan khusus untuk anak laki-laki, seperti layangan, main kelereng, main gambar. Juga permainan khusus untuk anak perempuan, seperti masak-masakan, main karet/loncat tinggi, sepintrong, dan lain-lain. Tapi tak jarang ada juga anak perempuan yang bermain layangan, kelereng dan main gambar, serta anak laki-laki yang bermain karet, ataupun loncat tinggi.
Ada pula permainan beregu penuh strategi dan kerjasama. Misalnya: petak umpet, benteng-bentengan, galah dan banyak lagi. Juga permainan yang penuh kreatifitas seperti enggrang, gasing, congklak.
Menurut saya, permainan-permainan ini juga banyak manfaatnya. Disamping mengajarkan berstrategi dan kerjasama antar tim, gerakan fisiknya tentu membuat tubuh bugar dan sehat, dan yang lebih penting lagi adalah mendidik anak bersosialisasi. Selain itu bisa juga melatih kesabaran dan dan pengendalian diri si anak.
Sayang sekali, sekarang ini sudah jarang atau malah tidak ada anak-anak yang memainkan permainan-permainan itu. Bahkan banyak dari mereka yang tidak mengenal permainan tersebut. Mereka lebih mengenal PS, Tetris dan permainan online lainnya, yang mereka mainkan secara “sendiri” walaupun bisa bersama-sama secara online.
Ada kerinduan tersendiri menyaksikan anak-anak sekarang bermain ucing-ucingan atau benteng-bentengan, berpanas-ria di lapangan bersama teman-temannya.
Ah, mungkin itu hanya romantisme masa kecil saya saja. Toh, setiap masa mempunyai keasikannya sendiri.
“Hom pim pah.. Unyil Kucing!”
“Lariiiii…”
Komentar
Posting Komentar