Sebelum mulai belajar, saya teringat tentang persentasi pendidikan yang baru saja saya paparkan di depan kelas akhir pekan lalu. Dari berbagai macam permasalahan di bidang pendidikan, setelah diteliti, ternyata akar permasalahan adalah ketidakmampuan guru untuk memahami dan menyampaikan esensi dari pendidikan itu sendiri. Pratik yang sering terjadi hanyalah upaya untuk menggugurkan kewajiban dari seorang guru pada murid, dengan cara memindahkan pengetahuan dari buku mentah-mentah ke dalam benak murid. Tanpa murid tersebut mengerti, untuk apa saya belajar? Untuk apa saya sekolah? Kemarin sempat terlontar juga, yang menjadi suatu perdebatan, apa sih pentingnya anak melanjutkan sekolah dari SD ke SMP? Waduh, kenapa ya..
Jadi, pagi itu sebelum saya memulai pelajaran, saya tergelitik untuk melemparkan pertanyaan ini pada murid-murid saya. “Kenapa kalian harus sekolah?”. Jawaban-jawaban awal yang kudengar masih klise. Untuk menuntut ilmu, Pak”, kata mereka. “Supaya baik!”. Tiba-tiba terdengar suara keras Oman di sebelah kiri. Ini dia jawaban yang aku harapkan. Mendengar jawaban itu terlontar dari Oman, anak paling tidak mau diam di kelas, rasanya lucu juga. But anyway, ternyata mereka sudah tahu kalau sekolah itu bukan hanya ajang untuk mencerdaskan diri secara kognitif. Di balik semua itu, sekolah adalah tempat pembentukan karakter untuk menjadi manusia dengan budi pekerti yang baik. Saya senang sekali ada dari mereka yang menjawab seperti itu.
“Selain itu ada yang punya jawaban yang lain?”. Kemudian mereka kembali lagi ribut meneriakkan jawabannya masing-masing. “Supaya pintar, Pak!”. “Kenapa memangnya kalian harus pintar?”, tanyaku lagi. “Supaya bisa mencapai cita-cita Pak!”. “Bukannya kalian punya sawah? Tanpa sekolahpun bisa kan dapat uang dari sana?”. Ternyata, cita-cita mereka bukan hanya sekedar menjadi petani. Cita-cita mereka bermacam-macam. Dan mereka berpikir untuk mencapainya mereka harus sekolah.
Cita-cita itu menurut saya adalah bentuk dari pilihan. Menurut saya, mereka harus sekolah untuk membuka pilihan dan kesempatan untuk masa depan mereka. Jika memang mereka berkeinginan menikah lalu jadi petani tak masalah, asal itu adalah pilihan mereka. Bukannya terpaksa harus seperti itu.
Saya bangga dengan murid-murid saya pagi itu. Mereka sudah bisa membedakan nilai manusia yang tedidik dan yang tidak. Dan menentukan mereka ingin menjadi yang mana. Pagi ini aku melihat semangat mereka untuk terus mengenyam pendidikan.
Jika boleh, saya minta tolong pada siapapun yang membaca tulisan ini, bantu aku mendoakan mereka agar generasi penerus bangsa ini dapat terus bersekolah, menjadi orang yang terdidik, dan dapat menjadi tiang bangsa yang kokoh. Amin Yarabbal ‘alamin..
Jadi, pagi itu sebelum saya memulai pelajaran, saya tergelitik untuk melemparkan pertanyaan ini pada murid-murid saya. “Kenapa kalian harus sekolah?”. Jawaban-jawaban awal yang kudengar masih klise. Untuk menuntut ilmu, Pak”, kata mereka. “Supaya baik!”. Tiba-tiba terdengar suara keras Oman di sebelah kiri. Ini dia jawaban yang aku harapkan. Mendengar jawaban itu terlontar dari Oman, anak paling tidak mau diam di kelas, rasanya lucu juga. But anyway, ternyata mereka sudah tahu kalau sekolah itu bukan hanya ajang untuk mencerdaskan diri secara kognitif. Di balik semua itu, sekolah adalah tempat pembentukan karakter untuk menjadi manusia dengan budi pekerti yang baik. Saya senang sekali ada dari mereka yang menjawab seperti itu.
“Selain itu ada yang punya jawaban yang lain?”. Kemudian mereka kembali lagi ribut meneriakkan jawabannya masing-masing. “Supaya pintar, Pak!”. “Kenapa memangnya kalian harus pintar?”, tanyaku lagi. “Supaya bisa mencapai cita-cita Pak!”. “Bukannya kalian punya sawah? Tanpa sekolahpun bisa kan dapat uang dari sana?”. Ternyata, cita-cita mereka bukan hanya sekedar menjadi petani. Cita-cita mereka bermacam-macam. Dan mereka berpikir untuk mencapainya mereka harus sekolah.
Cita-cita itu menurut saya adalah bentuk dari pilihan. Menurut saya, mereka harus sekolah untuk membuka pilihan dan kesempatan untuk masa depan mereka. Jika memang mereka berkeinginan menikah lalu jadi petani tak masalah, asal itu adalah pilihan mereka. Bukannya terpaksa harus seperti itu.
Saya bangga dengan murid-murid saya pagi itu. Mereka sudah bisa membedakan nilai manusia yang tedidik dan yang tidak. Dan menentukan mereka ingin menjadi yang mana. Pagi ini aku melihat semangat mereka untuk terus mengenyam pendidikan.
Jika boleh, saya minta tolong pada siapapun yang membaca tulisan ini, bantu aku mendoakan mereka agar generasi penerus bangsa ini dapat terus bersekolah, menjadi orang yang terdidik, dan dapat menjadi tiang bangsa yang kokoh. Amin Yarabbal ‘alamin..
Komentar
Posting Komentar